Sewajarnya Saja, Menjalani Kebiasaan Baru Berlebihan Berpotensi Menyebabkan Mysophobia

Phooby Kamaratih - Corona (Covid-19) 29/08/2020
Photo by Burst from Pexels
Photo by Burst from Pexels

Oase.id– Sudah lebih dari 6 bulan virus korona masuk dan menyebar di Indonesia. Dampaknya, hampir seluruh sektor penting tidak bisa berjalan dengan semestinya. Seluruh masyarakat juga diharapkan kian terbiasa menjaga jarak dan kebersihan demi terhindar penularan virus mematikan ini.

Semuanya, dituntut mengubah pola hidup dan menyesuaikan dengan kebiasaan baru.

 

Waspada, tapi jangan berlebihan

Dilansir Phillyvoice.com, semenjak wacana persebaran virus Covid-19 ini mencuat, isu kebersihan mendadak populer dan menjadi pusat perhatian. Di banyak negara, orang-orang akan merasa lebih tenang jika tubuhnya sudah bersih dengan sempurna.

Psikolog kesehatan klinis di Cooper University Health Care Dr. Philip J. Fizur mengatakan, saat ini banyak orang lebih waspada karena adanya ancaman. Kecemasan dalam dosis kecil yang muncul dalam situasi seperti ini sebenarnya bagus untuk memotivasi seseorang agar tetap aman.

Beda lagi jika kecemasan yang muncul itu bersifat berlebihan, justru hal itu diprediksi bisa menghadirkan gangguan pada setiap aktivitas. 

Kecemasan berlebihan akibat kebiasaan baru ini, oleh Fizur, bisa berpotensi menimbulkan mysophobia atau biasa disebut obsessive–compulsive disorder (OCD).

Mysophobia merupakan kumpulan kondisi germaphobia. Germaphobia adalah istilah yang digunakan psikolog untuk menggambarkan ketakutan patologis terhadap kuman, bakteri, mikroba, kontaminasi, dan infeksi. 

 

Pengidap mysophobia cenderung mudah jijik terhadap hal-hal yang bersifat kotor. Seperti kondisi fobia lainnya, mysophobia biasanya dimulai saat masa kanak-kanak dan umumnya berlanjut hingga dewasa. 

Baca: Parno dengan Wabah Korona? Baca Doa Ini agar Hati Kembali Tenang

 

Melindungi anak-anak

Pandemi korona bisa saja membuat seseorang mengalami kecemasan yang dipicu oleh pikiran yang terus-menerus dan tidak diinginkan. Seseorang itu akan secara refleks merespons dengan mengambil tindakan pencegahan demi mengurangi kecemasan.

Orang yang teridentifikasi OCD biasanya akan mencuci tangan secara kompulsif, mendisinfeksi permukaan, atau menghindari pertemuan sosial sama sekali. 

Director of Penn Medicine's Center for the Treatment and Study of Anxiety Lily Brown menjelaskan, penyebab OCD sebenarnya belum dapat dipahami secara utuh. Apakah keluhan ini berasal dari perilaku biologis, genetik, riwayat keluarga, atau pun trauma.

Pandemi korona bisa menyeret problem mysophobia sebagai gangguan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa yang yang tidak memiliki kecenderungan pun, tanpa disadari memiliki potensi OCD di tengah pandemi saat ini.

Baca: Cemas Berlebihan karena Media Sosial alias FOMO? Bagaimana Cara Menghadapinya?

 

Pandemi ini mungkin akan membuat anak-anak lebih rentan mengalami OCD atau fobia terkait. Karena, bisa jadi, saat ini anak anak akan lebih banyak mengonsumsi berita tentang meningkatkan pasien positif atau jumlah kematian. Hal ini, cukup berpengaruh di memori otak anak tentang kebersihan dan membuat anak-anak akan lebih sering membersihkan sesuatu.

Yang perlu diantisipasi adalah, melakukan percakapan terbuka tentang pandemi dengan anak-anak akan membuat mereka mengkontekstualisasikan dan menavigasi pemandangan yang aneh dan, dalam beberapa kasus, pemandangan yang menakutkan.


(SBH)
Posted by Sobih AW Adnan