Kisah Nabi Muhammad: Mengenang Wafatnya Rasulullah dan Kesedihan Abu Bakar

Kubah Hijau, bangunan yang dibangun di atas makam Nabi Muhammad SAW (Foto: Abdullah_Shakoor-Pixabay)
Kubah Hijau, bangunan yang dibangun di atas makam Nabi Muhammad SAW (Foto: Abdullah_Shakoor-Pixabay)

Oase.id - Rasulullah ﷺ jatuh sakit sepulang dari haji Wada (haji perpisahan). Tepat, dua tahun terakhir di bulan Shafar atau menjelang hari-hari pertama memasuki bulan Rabi’ul Awal tahun 11 Hijriyah.

Seketika itu, Rasul meminta seorang budaknya yang bernama Abu Muwaihibah untuk mengantarkan beliau ke pemakaman Baqi. Yakni pemakaman yang menyimpan jasad sahabat-sahabat Nabi Muhammad ﷺ.

Permintaan tersebut karena beberapa waktu sebelumnya ia mendapatkan perintah dari Allah Swt agar memintakan ampunan untuk ahli kubur yang dimakamkan di pemakaman Baqi.

Sesampainya di situ, beliau berdiri di depan gerbang kuburan seraya berkata, “Salam sejahtera untuk kalian semua, wahai penghuni kubur. Semoga apa yang kalian rasakan hari ini lebih baik daripada yang dirasakan oleh mereka yang masih hidup. Sebab, mereka akan selalu berhadapan dengan berbagai fitnah yang terus datang silih berganti, dan yang muncul belakangan lebih keji daripada sebelumnya.”

Tidak lama, Rasulullah ﷺ menghampiri Abu Muwaihibah dan bertanya, “Abu Muwaihibah, tahukah engkau, telah diberikan kepadaku kunci perbendaharaan dunia dan kekekalan di dalamnya, kemudian Allah juga memberikan kunci surga. Aku disuruh memilih semua itu atau kembali menemui Tuhanku dan surga?”

Abu Muwaihibah menjawab, “Demi ayah bundaku, ambillah kunci perbendaharaan dunia dan kekekalan di dalamnya, kemudian baru ke surga.”

Lalu, Rasul berkata, “Tidak, demi Allah, Abu Muwaihibah, aku telah memilih untuk kembali menghadap Tuhanku dan surga.”

Setelah itu, Rasul memintakan ampunan untuk ahli Baqi dan langsung beranjak meninggalkan pemakaman Baqi menuju kediaman istrinya, Aisyah.

Sekali pun sedang sakit, Rasulullah ﷺ tetap memenuhi kewajiban beliau sebagai suami dengan berkeliling ke rumah istri-istrinya. Sampai akhirnya rasa sakitnya tidak tertahankan lagi. 

Saat itu, beliau tengah berada di kediaman Maimunah. Beliau memanggil semua istri dan meminta izin kepada mereka untuk tinggal di tempat Aisyah selama beliau sakit.

Sakit yang dirasakan Rasul terus berlanjut dan lama, kurang lebih sampai 10 hari. Pada hari ke-10, Rasul meninggal dunia dipanggil Sang Khaliq. Beliau wafat pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awal. Genap usia 63 tahun.

Sewaktu Rasul sakit parah, Aisyah tidak hentinya selalu membaca doa al-Mu’awwidzatain (surah an-Nas, dan al-Falaq) dan doa-doa yang lain. Usai membaca doa itu, ia menarik napas, meniupkan ke tangannya, lalu mengusapkannya ke sekujur tubuh beliau. Tujuannya, mengarapkan barakah dari Allah Swt untuk kesembuhan Rasulullah ﷺ.

Ada sebuah riwayat menuturkan, bahwa ketika suhu tubuhnya makin naik, Rasul meminta tujuh kantong geriba air untuk diguyurkan ke tubuh beliau. Setelah itu, beliau keluar dari kediaman Aisyah dan menemui kaum Muslimin. Beliau menyampaikan wasiat kepada mereka dan mengiyakannya sembari tubuhnya sempoyongan, “Berhati-hatilah kalian, berhati-hatilah kalian.”

Kepala beliau dibalut dengan sorban, kemudian melangkah memasuki masjid dan naik ke atas mimbar. Di atas mimbar, beliau sembari duduk dan sesaat kemudian berkhutbah di hadapan kaum Muslimin. Ia berkata, “Semoga Allah menjatuhkan kutukannya terhadap orang-orang Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kubur Nabi-nabi mereka sebagai masjid dan tempat ibadah.”

Imbuh, riwayat lain juga mengatakan, saat Rasul sakit, Rasulullah mempersilakan orang untuk membalas apa pun yang pernah beliau lakukan. Beliau berkata, “Barangsiapa pernah kucambuk punggungnya, maka inilah punggungku.”

Setelah itu, Rasulullah turun dari mimbar dan melakukan salat Zuhur. Usai itu, beliau kembali ke mimbar untuk melanjutkan ucapan beliau tentang masalah hak-hak seorang muslim dan sebagainya. Tiba-tiba ada seorang laki-laki menghampiri dan berkata, “Uangku ada pada anda sebanyak  tiga dirham.”

Rasulullah mengembalikan uang tersebut dan berkata kepada seorang sahabat, “Berikan kepadanya.”

Seorang lain menyatakan bahwa uangnya ada pada Rasulullah. Yang ini lebih dari 3 dirham. Sekali pun begitu, beliau tetap mengembalikannya dan berkata, “Ambillah olehmu.”

Setelah itu, Rasulullah berwasiat agar berbuat baik kepada masyarakat Anshar. Beliau berkata, “Aku berwasiat kepada kalian tentang masyarakat Anshar, sebab mereka adalah keluargaku  dan menyimpan seluruh rahasia hidupku. Mereka telah mengorbankan semua yang ada pada diri mereka sehingga harta yang tersisa hanyalah apa yang ada pada mereka. Maka, terimalah orang-orang baik di antara mereka dan lupakanlah orang-orang jahat dari mereka.”

Riwayat lain juga mengatakan, “Sesungguhnya orang-orang bertambah banyak, tetapi masyarakat Anshar akan semakin sedikit, sampai-sampai mereka seperti garam di dalam makanan. Barangsiapa di antara kalian memegang suatu perkara yang berbahaya atau bermanfaat bagi seseorang, hendaknya mereka menerima orang-orang yang berbuat baik di antara mereka dan menjauhi orang-orang yang berbuat buruk di antara mereka.”

Mengakhiri khutbahnya, Rasul bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba diperintahkan Allah untuk memilih antara dunia dengan apa yang ada di sisi Allah. Maka, ia memilih apa yang ada di sisi Allah.”

Seketika, Abu Bakar langsung terkejut dan menangis. Ia paham bahwa yang diperintahkan Rasul adalah dirinya sendiri. Sebab, Abu Bakar adalah orang yang lebih mengetahui hal tersebut dibandingkan orang lain.

Mendengar tangisan itu, Rasul berkata kepadanya, “Jangan menangis, Abu Bakar. Sesungguhnya orang yang paling terpercaya bagiku, baik untuk dijadikan sahabat atau pun menitipkan harta adalah Abu Bakar. Seandainya aku diperbolehkan untuk mengambil kekasih selain Tuhanku, aku akan mengambil Abu Bakar sebagai kekasihku, Akan tetapi, cukuplah persaudaraan dalam Islam dan cinta kasihnya. Jangan biarkan satu pintu pun di masjid kalian melainkan harus kalian tutup, kecuali pintu (rumah) Abu Bakar)."

Saat sakit yang dideritanya semakin parah. Ajal telah menghampiri beliau, tepatnya pada hari Kamis, empat hari sebelum malaikat maut menjemput, Rasul berkata kepada para sahabat yang menunggui beliau, di antaranya ada Umar bin Khathab, “Kemarilah kalian, aku akan menuliskan suruat untuk kalian, di mana setelah surat itu ditulis, kalian tidak akan tersesat.”

Sumber: Disarikan dari keterangan dalam Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri


(ACF)
Posted by Achmad Firdaus