Anak Wajib Salat di Usia Berapa? Begini Penjelasan Islam dan Ulama

Oase.id - Bagi setiap orang tua Muslim, mengajarkan salat kepada anak adalah bagian dari cinta. Namun tak sedikit yang masih bertanya-tanya, sebenarnya di usia berapa anak mulai wajib salat menurut ajaran Islam? Apakah sejak mereka sudah bisa berjalan? Atau cukup ketika sudah remaja?
Pertanyaan ini penting karena menyangkut pendidikan dasar dalam Islam: salat, ibadah pertama yang akan dihisab di akhirat. Jawabannya sebenarnya sudah jelas diajarkan Rasulullah ﷺ lebih dari seribu tahun yang lalu, dan tetap relevan sampai hari ini.
Rasulullah ﷺ pernah bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya:
“Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan salat ketika mereka berumur 7 tahun. Pukul mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka.”
(HR. Abu Daud no. 495, hadits shahih menurut Al Hafizh Abu Thohir)
Dari sabda ini, kita memahami bahwa anak-anak mulai dikenalkan dengan kewajiban salat sejak usia tujuh tahun. Bukan sekadar diajarkan, tapi sudah diperintahkan untuk salat secara teratur. Ini bukan berarti salat sudah menjadi kewajiban syar’i bagi anak usia tujuh tahun, tetapi fase ini adalah masa pembiasaan yang sangat penting.
Saat anak menginjak usia sepuluh tahun dan masih lalai dalam salat, orang tua diberi izin untuk bersikap lebih tegas — bukan dalam bentuk kekerasan, tetapi sebagai bentuk tanggung jawab dan kepedulian terhadap keselamatan akhirat anak.
Namun, kapan salat benar-benar menjadi wajib bagi anak? Para ulama sepakat bahwa kewajiban itu jatuh ketika anak mencapai usia baligh. Tanda-tanda baligh bisa berupa mimpi basah bagi laki-laki, haid bagi perempuan, atau saat usia genap lima belas tahun hijriah jika belum menunjukkan tanda-tanda fisik. Di usia ini, anak telah masuk dalam tanggung jawab hukum Islam sepenuhnya. Salat yang tadinya merupakan latihan dan pembiasaan, kini menjadi kewajiban yang jika ditinggalkan, berdosa.
Penting untuk diingat bahwa pembiasaan salat ini bukan hanya sebatas rutinitas gerakan. Ia adalah bentuk pendidikan ruhani yang mendalam. Di masa para sahabat, anak-anak bahkan dibimbing untuk ikut berpuasa sejak kecil. Ketika mereka merasa lapar, para orang tua memberikan mainan agar mereka bisa bertahan hingga waktu berbuka tiba. Mereka juga mengutamakan anak-anak yang memiliki hafalan Al-Qur’an lebih banyak untuk menjadi imam salat, meskipun usia mereka masih sangat muda.
Rasulullah ﷺ sendiri memberi contoh langsung bagaimana mendidik anak sejak usia dini. Pada suatu kesempatan, beliau melihat Umar bin Abi Salamah makan dengan cara yang kurang baik. Dengan lembut beliau menasihatinya:
“Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah (bacalah bismillah) ketika makan. Makanlah dengan tangan kananmu. Makanlah yang ada di dekatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Teladan seperti ini menunjukkan bahwa mendidik anak dalam Islam tidak harus dengan nada tinggi atau ancaman. Lebih penting adalah bagaimana orang tua menjadi contoh nyata bagi anak-anaknya. Anak-anak yang tumbuh dalam rumah di mana salat menjadi bagian dari keseharian, cenderung lebih mudah memahami dan mencintai ibadah tersebut. Mereka melihat, mendengar, dan meniru.
Ayat dalam Al-Qur’an yang paling sering dikutip dalam konteks pendidikan anak adalah perintah Allah dalam Surah At-Tahrim ayat 6:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka."
(QS. At-Tahrim: 6)
Dalam tafsir Ibnu Katsir, Ali bin Abi Thalib menafsirkan ayat ini dengan kalimat, “Beritahukanlah adab dan ajarilah keluargamu.” Ini memperkuat bahwa tanggung jawab mendidik anak dalam urusan agama adalah bagian dari menjaga mereka dari murka Allah.
Dalam salah satu referensi klasik, Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, disebutkan bahwa anak perlu diperkenalkan dengan nilai-nilai moral dan hukum Islam sejak dini — tentang haramnya zina, mencuri, dusta, ghibah, hingga pentingnya memahami kapan seseorang dianggap sudah baligh, agar mereka sadar kapan tanggung jawab ibadah benar-benar menjadi miliknya.
Sejalan dengan pandangan ini. KH. Cholil Nafis, Ketua MUI Bidang Dakwah, pernah menegaskan bahwa pendidikan salat dimulai sejak anak berusia tujuh tahun, sebagai bentuk penanaman nilai. Menurut beliau, jika salat sudah menjadi kebiasaan sejak dini, maka anak tidak akan merasa berat ketika kewajiban itu benar-benar jatuh kepadanya saat baligh.
Sementara itu, Buya Yahya mengingatkan para orang tua untuk tidak hanya menyuruh anak salat, tapi juga menjadi contoh dan sahabat dalam beribadah. Menurut beliau, keteladanan jauh lebih membekas daripada perintah semata.
Akhirnya, menjawab pertanyaan usia berapa anak wajib salat, maka jawabannya adalah: secara hukum syariat, anak wajib salat setelah baligh, namun secara pendidikan, perintah salat sudah harus ditanamkan sejak usia tujuh tahun. Fase inilah yang akan menentukan bagaimana anak memperlakukan salat ketika ia tumbuh dewasa — apakah dengan cinta atau dengan keterpaksaan.
Mendidik anak untuk salat bukan hanya soal kepatuhan, tapi soal menanamkan cinta kepada Allah sejak dini. Dan cinta itu, seperti segala hal dalam hidup, tumbuh dari kebiasaan dan keteladanan.
(ACF)