Menyoal Warna Darah Haid Menurut Pandangan Ulama

Siti Mahmudah - Haid 25/08/2021
Gambar oleh Arek Socha dari Pixabay
Gambar oleh Arek Socha dari Pixabay

Oase.id - Warna darah haid tidak hanya berwarna merah. Melainkan banyak macam-macam warnanya. Seperti yang dijelaskan para ulama berikut ini.

Ulama Hanafiyyah menyebutkan, sifat warna darah haid ada enam yaitu merah, keruh, kehijauan, warna seperti tanah, kuning dan hitam. Sementara ulama Syafi’iyyah mengatakan, sifat warna darah haid ada lima, sesuai tingkatan warnanya yang paling kuat yaitu hitam, merah tua, merah muda, keruh dan kuning. Dalam hal ini ulama Syafi’iyyah berbeda pendapat.

Rasulullah ﷺ kepada Fathimah binti Abu Hubaisy:
“Sesungguhnya darah haid itu warnanya kehitam-hitaman sebagaimana telah diketahui. Jika yang keluar adalah darah dengan ciri seperti itu, maka tinggalkanlah salat. Namun jika yang keluar adalah darah selain itu, maka berwudhulah lalu kerjakanlah salat; sebab itu hanyalah darah yang keluar dari urat.” (HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Hibban, dan Hakim)

Sebagian berpendapat warna kuning dianggap lebih kuat dari pada warna keruh, dan sebagian ulama yang lain menganggap warna keruh lebih kuat dari pada kuning. 

BACA JUGA: Hukum Mempelajari Haid dalam Islam

Selanjutnya, ulama Malikiyyah membagi warna darah haid menjadi tiga warna yaitu, merah, kuning, keruh (warna antara hitam dan putih).

Kebanyakan menurut pendapat yang masyhur dari kalangan Malikiyyah, hakikat warna darah haid secara khusus adalah merah, tetapi apabila darah yang keluar tersebut berwarna kuning atau keruh tetap dianggap darah haid.

Tetapi sebagian ulama lain menganggapnya bukan darah haid secara mutlak, apabila darah tersebut keluar pada masa haid. Sementara, menurut ulama Hanbaliyyah, darah haid menurut kebiasaan berwarna hitam, merah ataupun keruh.

Wahbah al-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islamiyah menjelaskan, bahwa sifat darah dapat diklasifikasikan menjadi 4 menurut tingkatan yang paling kuat ke tingkatan lebih lemah, yaitu: darah yang sifatnya sangat kental dan pekat (assakhinu al-muntinu), al-muntinu, assakhinu, dan darah yang sifatnya sangat encer (gairu assakhinu wa gairu al-muntinu).

Pembedaan warna darah tersebut ditujukan untuk membedakan warna darah haid dengan warna darah istihadah, karena keduanya mempunyai hukum yang berbeda.

BACA JUGA: Pengertian Haid Menurut Pandangan Ulama

Diriwayatkan dari ‘Aisyah Radiyallahu anha (RA), bahwa ia berkata: 
“Sesungguhnya Ummu Habibah binti Jahsy, istri Abdurrahman bin auf, pernah mengalami istihadah selama 7 tahun. Lalu ia meminta fatwa mengenai hal tersebut kepada Rasulullah ﷺ.”
Lalu, Rasul bersabda:
“Sesungguhnya darah yang seperti itu bukanlah darah haid, melainkan darah yang keluar dari urat. Hendaklah engkau mandi lalu kerjakanlah salat,” Aisyah berkata lagi: Ummu Habibah binti Jahsy pun lalu mandi dengan air yang ditampung pada sebuah bejana di rumah saudarinya, Zainab binti Jahsy, setelah itu warna merah darah lalu terlihat mendominasi air (bekas mandinya).” (HR. Muslim dalam sahihnya)

Sementara, Sayid Sabiq dalam buku Fiqih as-Sunnah menjelaskan, darah disebut sebagai haid apabila memiliki warna hitam atau merah kental (tua). Hal ini merujuk hadis ‘Urwah dari Fatimah binti Abi Hubaisy yang bercerita bahwa dirinya sedang mengeluarkan darah istihadah. Lalu, Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya:
“Sesungguhnya darah haid itu berwarna merah kehitam- hitaman yang dikenal, apabila yang demikian itu maka tinggalkanlah salat. Sedangkan, jika yang selain itu maka berwudu lah dan salatlah engkau.”

Sumber: Buku Fikih Menstruasi


(ACF)
TAGs:
Posted by Achmad Firdaus