Makanan yang Disajikan di Pesawat Bisa Jadi Tidak Bersertifikat Halal

N Zaid - Travel 30/09/2024
ilustrasi. Foto: Pixabay
ilustrasi. Foto: Pixabay

Oase.id - Industri penerbangan menghadapi pengawasan ketat atas pelabelan dan sertifikasi “makanan Muslim” (MOML), yang menimbulkan pertanyaan tentang apakah makanan ini benar-benar halal.

Istilah "makanan Muslim" telah dikritik karena berpotensi tidak akurat dan diskriminatif.

Para kritikus berpendapat bahwa istilah tersebut menyiratkan eksklusivitas bagi penumpang Muslim alih-alih menunjukkan bahwa makanan tersebut halal, yang dapat dikonsumsi oleh siapa saja.

Ketidakjelasan ini dapat menyebabkan kebingungan dan ketidakpercayaan di antara para pelancong yang mengandalkan maskapai penerbangan untuk menyediakan makanan yang memenuhi kebutuhan diet mereka.

Banyak maskapai penerbangan mengklaim bahwa penawaran MOML mereka halal tetapi tidak mematuhi proses sertifikasi formal. Misalnya, sementara Finnair menyatakan makanan Muslimnya mematuhi hukum diet, maskapai itu tidak mengonfirmasi apakah makanan tersebut bersertifikat halal.

Demikian pula, British Airways menyatakan bahwa makanannya tidak mengandung daging babi atau alkohol tetapi tidak menjelaskan status halal daging yang digunakan.

Sebaliknya, maskapai penerbangan seperti Garuda Indonesia secara eksplisit menyatakan bahwa makanan mereka bersertifikat halal, yang memberikan jaminan kepada para pelancong. Turkish Airlines dan Emirates juga menegaskan bahwa semua makanan mereka halal, tetapi mereka tidak menyebutkan rincian sertifikasi.

Contoh dari Maskapai Penerbangan
Finnair: Sementara Finnair menyatakan bahwa makanan Muslimnya mematuhi hukum diet, maskapai itu tidak mengonfirmasi apakah makanan tersebut bersertifikat halal.

British Airways: Maskapai penerbangan tersebut menyatakan bahwa makanannya tidak mengandung daging babi atau alkohol, tetapi tidak menjelaskan apakah daging tersebut bersertifikat halal.

Garuda Indonesia: Maskapai penerbangan ini secara eksplisit menyatakan bahwa makanannya bersertifikat halal, yang memberikan jaminan kepada para pelancong.

Turkish Airlines dan Emirates: Kedua maskapai penerbangan tersebut menegaskan bahwa semua makanan mereka halal tetapi tidak menyebutkan rincian sertifikasi. Khususnya, Emirates mengklaim bahwa semua makanan yang disajikan dalam penerbangannya cocok untuk umat Islam dan disiapkan sesuai metode halal; namun, tidak ada verifikasi independen atas klaim ini.

Permintaan akan makanan halal telah melonjak, dengan peningkatan permintaan sebesar 38% yang dilaporkan antara tahun 2013 dan 2016.

Pasar perjalanan Muslim diproyeksikan akan berkembang secara signifikan, dengan perkiraan yang menunjukkan bahwa 157 juta Muslim melakukan perjalanan internasional pada tahun 2020 saja.

Perlunya Standardisasi

Ada seruan kuat untuk definisi halal yang terstandardisasi dalam industri penerbangan.

Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) telah didesak untuk mempertimbangkan perubahan kode MOML menjadi HLML (Makanan Halal) agar lebih mencerminkan status sertifikasi makanan tersebut.

Perubahan tersebut dapat meningkatkan transparansi dan kepercayaan konsumen terhadap penawaran makanan maskapai penerbangan.

Karena permintaan akan pilihan makanan halal terus meningkat di antara berbagai macam pelancong, maskapai penerbangan harus memprioritaskan transparansi dan standarisasi dalam memberi label makanan mereka sebagai halal.

Memastikan bahwa penawaran benar-benar bersertifikat dan dikomunikasikan dengan jelas tidak hanya akan memenuhi harapan konsumen tetapi juga meningkatkan pengalaman perjalanan secara keseluruhan bagi penumpang Muslim.

Dengan meningkatnya pengawasan terhadap praktik pelabelan makanan, industri penerbangan berada pada titik kritis dalam menangani masalah ini secara efektif.(theislamicinformation)


(ACF)
TAGs:
Posted by Achmad Firdaus