Tawakal dalam Urusan Rezeki: Obat Hati dari Gelisah dan Tekanan Hidup

N Zaid - Tauhid 31/08/2025
Pentingnya tawaqal. ilustrasi. Foto: Pixabay
Pentingnya tawaqal. ilustrasi. Foto: Pixabay

Oase.id - Dalam kehidupan modern yang serba cepat, banyak orang bekerja keras siang dan malam demi mencari nafkah. Namun, tidak sedikit yang tetap merasa gelisah meski penghasilan mereka cukup. Ada yang masih merasa kekurangan, terhimpit utang, bahkan sampai tergoda melakukan maksiat karena takut jatuh miskin.

Di sinilah pentingnya memahami makna tawakal dalam urusan rezeki.

Makna Sederhana dari Tawakal

Tawakal bukan berarti pasrah tanpa usaha. Justru seorang Muslim diperintahkan untuk berusaha dengan cara yang halal dan sesuai syariat. Namun, setelah ikhtiar maksimal dilakukan, hasil akhirnya harus dipasrahkan sepenuhnya kepada Allah.

Ada dua hal utama dalam tawakal terkait rezeki:

  1. Pasrah dalam proses – mencari nafkah dengan jalan yang halal, bersih, dan tidak melanggar syariat.

  2. Pasrah terhadap hasil – menerima apa pun yang Allah takdirkan, baik itu rezeki berlimpah maupun sedikit, tanpa terbebani rasa kecewa atau putus asa.

Sayangnya, banyak orang hanya kuat di poin pertama, tapi gagal di poin kedua. Akibatnya, rezeki justru berubah menjadi sumber tekanan batin, stres, bahkan depresi. Dalam kasus yang lebih ekstrem, ada yang sampai nekat mengakhiri hidup hanya karena merasa gagal dalam urusan dunia.

Rezeki yang Sudah Dijamin Allah

Ulama besar Hasan al-Bashri rahimahullah pernah memberikan nasihat yang sangat mendalam. Beliau berkata:

“Aku membaca 90 ayat dalam Al-Qur’an yang menegaskan bahwa Allah sudah menetapkan dan menjamin rezeki makhluk-Nya. Tapi aku juga membaca satu ayat bahwa setan menjanjikan kefakiran. Ironisnya, kita sering ragu pada 90 janji Allah, tapi justru percaya pada satu bisikan setan.”

Ayat yang dimaksud adalah firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 268:

“Setan menjanjikan kepadamu kemiskinan dan menyuruhmu berbuat keji.”

Pesan ini jelas: akar masalah dari kegelisahan soal rezeki adalah ketika kita lebih percaya pada rasa takut yang ditanamkan setan, daripada janji Allah yang pasti benar.

Rasa Takut Miskin yang Menjerumuskan

Setan selalu menakut-nakuti manusia dengan bayangan kefakiran. Padahal, kefakiran di sini bukan hanya soal tidak punya harta, melainkan perasaan selalu butuh dan kurang.

Betapa banyak orang dengan gaji ratusan juta, tapi tetap tidak merasa cukup. Mereka masih iri dengan harta orang lain, masih gelisah jika tabungan berkurang sedikit saja.

Contoh bisikan setan dalam kehidupan sehari-hari antara lain:

  • Saat ingin punya rumah, muncul godaan: “Kalau hanya nabung, kapan bisa punya rumah? Ambil saja KPR riba.”

  • Ketika ingin terlihat sukses, terlintas pikiran: “Malu kalau mudik naik bus, lebih baik beli mobil baru meski kredit.”

  • Ada pula seorang janda tua yang dibujuk menaruh tabungannya di deposito berbunga karena takut hartanya habis.

Semua contoh itu menunjukkan bahwa rasa takut miskin dapat menyeret seseorang pada perbuatan dosa: mulai dari riba, sogok, hingga korupsi.

Janji Allah: Rezeki yang Cukup

Berbeda dengan bisikan setan, Allah justru menjanjikan rezeki yang cukup bagi hamba-Nya yang bertakwa. Rezeki itu tidak selalu berwujud harta melimpah, tetapi kecukupan, keberkahan, dan ketenangan hati.

Allah berfirman dalam QS. At-Talaq ayat 3:

“Barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya).”

Ayat ini menjadi peneguhan bagi setiap Muslim. Tawakal bukan hanya membuat hati lebih tenang, tapi juga menjadi jalan turunnya pertolongan Allah dalam bentuk kecukupan yang hakiki.


(ACF)
TAGs:
Posted by Achmad Firdaus