Sejarah Perang Yarmuk: Kronologi, Latar Belakang, dan Jalannya Pertempuran

N Zaid - Sirah Nabawiyah 30/11/2025
Ilustrasi Perang Yarmuk. Foto: Ist
Ilustrasi Perang Yarmuk. Foto: Ist

Oase.id - Perang Yarmuk adalah salah satu peristiwa besar dalam sejarah Islam. Pertempuran ini terjadi dekat Sungai Yarmuk di wilayah Syam (Suriah–Palestina) dan berlangsung selama enam hari, mulai 15 hingga 20 Agustus 636 M. Di medan itu, pasukan Muslim yang berjumlah sekitar 36.000 orang berhadapan dengan kekuatan Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) yang mencapai sekitar 240.000 prajurit.

Perang Yarmuk ini berlangsung pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, empat tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ. Sebagaimana dijelaskan dalam buku Panglima Surga karya Abu Fatah Grania (2008), kemenangan di Yarmuk menjadi titik balik besar dalam ekspansi Islam ke wilayah non-Arab.

Awal Konflik dan Ekspansi Islam

Setelah meninggalnya Rasulullah ﷺ, umat Islam di Jazirah Arab menghadapi gelombang kemurtadan. Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah pertama memimpin penumpasan kelompok tersebut dengan mengirimkan sebelas pasukan ke berbagai wilayah yang memberontak.

Salah satu komandan pada masa itu adalah Khalid bin Walid, panglima legendaris yang kemudian dikenal sebagai Pedang Allah.

Setelah situasi internal stabil, Abu Bakar memandang penting untuk memperluas dakwah Islam ke wilayah utara: Yordania, Palestina, Suriah, dan Irak. Wilayah-wilayah tersebut berada di bawah kekuasaan dua kerajaan besar: Persia dan Bizantium.

Pada tahap awal, beberapa pasukan dikirim ke Syam dengan jumlah yang berbeda-beda. Masing-masing komandan memimpin pasukan menuju titik strategis, namun perlawanan Bizantium yang kuat membuat situasi semakin sulit. Ketika kabar itu sampai ke Madinah, Abu Bakar segera memanggil satu nama yang paling tepat untuk kondisi genting: Khalid bin Walid.

Perjalanan Khalid: Antara Strategi dan Tawakkal

Pada saat itu, Khalid sedang memimpin pasukan di Irak melawan Persia. Perjalanan menuju Syam seharusnya memakan waktu 30 hari bila mengikuti jalur umum. Namun seorang penunjuk jalan menawarkan rute yang jauh lebih cepat—hanya 15 hari—melintasi gurun yang sangat tandus tanpa sumber air.

Meski penuh risiko, Khalid memilih jalur itu. Ia mempersiapkan unta-unta dengan perlakuan khusus agar mampu menyimpan air lebih lama. Dengan tekad, disiplin, dan tawakkal kepada Allah, ia berhasil membawa 10.000 pasukan melewati padang kehausan itu, hingga akhirnya tiba di Syam dan bergabung dengan pasukan Muslim lainnya.

Penyatuan Pasukan di Syam

Kedatangan Khalid mengubah keadaan. Beberapa pasukan Muslim sebelumnya bergerak sendiri-sendiri, mengikuti perhitungan wilayah dan strategi masing-masing komandan. Namun setelah pasukan gabungan terbentuk, mereka membutuhkan satu kepemimpinan yang jelas.

Dengan penuh kebijaksanaan, Khalifah Abu Bakar menetapkan Khalid bin Walid sebagai panglima tertinggi. Keputusan itu diterima dengan lapang dada oleh para komandan lain, termasuk Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, salah satu sahabat mulia yang sangat dihormati.

Dari sinilah semangat persatuan muncul. Yang tadinya pasukan terpisah, kini berubah menjadi satu tubuh yang kokoh, satu tujuan, dan satu komando.

Namun sebelum perang pecah, datang surat baru dari Madinah. Khalifah Umar — yang menggantikan Abu Bakar setelah wafatnya — menetapkan Abu Ubaidah sebagai panglima baru menggantikan Khalid.

Dengan kerendahan hati yang luar biasa, Abu Ubaidah merahasiakan surat itu hingga perang usai agar tidak mengganggu konsentrasi pasukan. Hingga saat pertempuran berlangsung, strategi tetap menggunakan rencana yang telah disusun oleh Khalid.

Malam Sebelum Pertempuran

Menjelang perang, seorang jenderal Bizantium bernama Mahan berusaha menawarkan kesepakatan damai dengan imbalan besar berupa upah dan pajak tahunan. Bagi mereka, perang ini terbuka untuk negosiasi materi.

Namun Khalid menjawab tegas: umat Islam tidak datang untuk harta, tetapi membawa ajaran yang harus sampai kepada seluruh manusia.

Tak lama setelahnya, panglima Bizantium lainnya, Georgia, meminta bertemu Khalid secara pribadi. Percakapan yang panjang dan dalam justru membuatnya memilih masuk Islam. Keesokan harinya, ia berperang bersama kaum Muslimin—dan gugur sebagai syahid.

Puncak Perang Yarmuk

Dalam enam hari pertempuran, pasukan Muslim menggunakan strategi mobilitas cepat dan pembagian struktur tempur yang fleksibel. Mereka tidak hanya mengandalkan jumlah, tetapi kecerdasan taktik dan keteguhan iman.

Pasukan Bizantium yang besar akhirnya terpukul mundur. Banyak dari mereka tewas, dan sebagian lain terlempar jatuh dari tebing dalam kekacauan mundur.

Sejarah mencatat, lebih dari 120.000 tentara Bizantium gugur, sedangkan syuhada dari pihak Muslim diperkirakan sekitar 3.000 orang.


(ACF)
Posted by Achmad Firdaus