Makna dan Keutamaan Silaturahmi

Fera Rahmatun Nazilah - Idulfitri 2020 27/05/2020
Photo by PeopleImages from Gettyimage
Photo by PeopleImages from Gettyimage

Oase.id- Idulfitri menjadi momentum yang pas untuk saling-kunjung dan berkumpul bersama keluarga. Meskipun terhalang mudik karena pandemi Covid-19, namun silaturahmi virtual masih tetap bisa dilakukan. 

Kata silaturahmi berasal dari bahasa Arab yakni Shilah yang artinya hubungan atau sambungan dan Ar- rahim yang bermakna kerabat atau saudara.

Kata Rahim sendiri berasal dari rahim perempuan, menunjukkan sebuah hubungan karib kerabat karena dekatnya nasab atau keturunan. 

Baca: Asal Penamaan Bulan Syawal

 

Kata silaturahim kemudian diserap ke dalam Bahasa Indonesia yakni silaturahmi yang artinya tali persahabatan (persaudaraan), dan bersilaturahmi yang artinya mengikat tali persahabatan (persaudaraan). 

Sejatinya, silaturahim dalam Islam  dimaknai sebagai menghubungkan tali persaudaraan antara karib kerabat, baik yang disebabkan nasab maupun hubungan pernikahan.

Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menyatakan, silaturahmi adalah berbuat baik kepada karib kerabat sesuai dengan keadaan orang yang menghubungkan dan orang yang dihubungkan. Terkadang menggunakan harta, adakalanya dengan memberi bantuan tenaga, sekali waktu dengan kunjungan, atau dengan memberi salam, dan lain sebagainya.

Silaturahim ditujukan bagi orang yang punya hubungan kurang baik dengan kerabatnya, kemudian ia hendak memperbaikinya.

Rasulullah Muhammad Saw bersabda;

 

لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

"Orang yang menyambung silaturrahmi bukanlah yang memenuhi (kebutuhan), melainkan orang yang menyambung hubungannya kembali ketika tali silaturrahmi itu sempat terputus." (HR. Bukhari)

 

Dalam sebuah riwayat, disebutkan kisah mengenai silaturahim Asma binti Abu Bakar dengan Qutailah binti Abdul Uzza, ibundanya yang non-muslim.

Saat itu umat Muslim dan kafir Quraisy dalam suasana gencatan senjata melalui perjanjian Hudaibiyah. Karena kerinduan yang mendalam, maka Qutailah mengunjungi Asma di Madinah. Ia membawakan beberapa makanan untuk putri tercintanya itu.

Setibanya Qutailah di Madinah, Asma justru ragu untuk menemui dan menerima hadiah dari ibu kandungnya itu. Asma akhirnya bertanya kepada Rasulullah Saw.

“Wahai Rasulullah, ibuku datang kepadaku dan dia sangat ingin aku berbuat baik padanya, apakah aku harus tetap menjalin hubungan dengan ibuku?”

“Ya, sambunglah silaturahim dengannya,” tutur Rasulullah Saw. (Disarikan dari HR. Bukhari)

Demikianlah, hubungan Asma binti Abu Bakar dan Qutailah sempat terputus lantaran perempuan berjulukan Dzatu nithaqain ini masuk Islam, sedangkan ibundanya tetap memeluk agama nenek moyang. Selain itu, keduanya juga terpisah jarak yang cukup jauh setelah Asma dan ayahnya hijrah ke Madinah.

Akan tetapi Rasulullah Saw memerintahkan putri Abu Bakr ini untuk tetap bersilaturahmi meskipun ibu kandungnya bukanlah seorang Muslimah. 

Di Indonesia, istilah silaturahmi justru cenderung dimaknai lebih luas, tidak hanya untuk memperbaiki hubungan yang sempat terputus, tetapi juga ikatan yang dari awal memang baik-baik saja. Juga tak hanya ditujukan kepada karib kerabat saja, melainkan kepada siapapun. 

Sejatinya memang tak ada larangan untuk menggunakan kata silaturahmi dalam konteks syariat maupun kebiasaan sehari-hari. Akan tetapi, hadis-hadis keutamaan silaturahim tentunya ditujukan pada makna syariat. 

Baca: Ucapan Lebaran, Minal Aidin wal Faizin atau Taqabbalallahu Minna wa Minkum?

 

Keutamaan silaturahmi

Menyambung tali persaudaraan adalah perkara mulia yang amat dianjurkan. Rasulullah Saw bahkan pernah memberi peringatan bahwa orang yang memutus silaturahim tidak akan masuk surga. 

Di samping itu, silaturahim juga memiliki berbagai keistimewaan, beberapa di antaranya dapat memudahkan rezeki dan memanjangkan umur.

Nabi Muhammad Saw bersabda: 

"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia menyambung tali silaturahmi, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berkata baik atau diam." (HR. Bukhari)

Dalam riwayat lainnya, Rasulullah Saw bersabda 

“Barangsiapa ingin dibentangkan pintu rezeki untuknya dan dipanjangkan sisa umurnya hendaknya ia menyambung tali silaturahmi.” (HR. Bukhari)

Ibnu Hajar al-Atsqalani dalam Fathul Bari bi Syarhi Shahih Al-Bukhari mengemukakan, arti dibentangkan rezekinya adalah ditambahkan keberkahannya. Karena berilaturahim dengan kerabat termasuk sedekah, dan sedekah bisa mengembangkan dan menambahkan harta.

Kemudian Ibnu Bathal dalam Syarh Shahih Al-Bukhari menyatakan, ada dua pendapat mengenai maksud dipanjangkan umurnya, pertama, orang yang bersilaturahmi akan diingat kebaikannya meskipun sudah menutup usia. Seakan-akan ia belum meninggal.

Pendapat kedua, saat ditetapkan umur seseorang di dalam kandungan, dituliskan bahwa apabila ia bersilaturahmi maka umurnya akan dipanjangkan.

 

 

Sumber: Disarikan dari keterangan dalam Fathul Bari bi Syarhi Shahih Al-Bukhari karya Ibnu Hajar al-Atsqalani, Syarh Shahih Muslim karya Abu Zakaria Muhyuddin an-Nawawi, serta Syarh Shahih Al-Bukhari karya Abul Hasan Ali bin Khalaf bin Abdul Malik bin Bathal Al-Bakri Al-Qurthubi.


(SBH)
Posted by Sobih AW Adnan