Studi: Permasalahan Kesehatan Mental Tinggi di Kalangan Muslim Christchurch Pasca Serangan 2019

N Zaid - Diskriminasi Islam 10/09/2025
Ilustrasi komunitas Muslim Christchurch. Foto: Ist
Ilustrasi komunitas Muslim Christchurch. Foto: Ist

Oase.id - Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa komunitas Muslim Christchurch masih menghadapi tingkat gangguan kesehatan mental yang tinggi bertahun-tahun setelah serangan teroris di dua masjid pada 2019. Meski begitu, penelitian juga menemukan tanda-tanda ketahanan dan pertumbuhan dari para penyintas.

Dampak Jangka Panjang Serangan

Penelitian ini merupakan bagian dari Proyek 15 Maret yang meneliti dampak jangka panjang tragedi yang menewaskan 51 orang dan melukai 40 lainnya saat salat Jumat. Hasil studi dipaparkan oleh tim peneliti Universitas Otago dalam konferensi Royal Australian and New Zealand College of Psychiatrists di Dunedin, seperti dilansir RNZ.

Profesor Psikiatri Caroline Bell, salah satu peneliti utama, mengatakan gangguan stres pascatrauma (PTSD) dan depresi masih banyak dialami penyintas maupun saksi.

“Depresi adalah gangguan paling signifikan yang dialami,” ujarnya. Bell menambahkan, mereka yang tidak terluka secara fisik tetapi menyaksikan penembakan juga berisiko tinggi mengalami PTSD, dan kelompok ini sering kali terabaikan dalam pemberian dukungan.

Peserta Studi dan Latar Belakang

Sekitar 190 Muslim ikut serta dalam penelitian ini, mewakili 34 latar belakang etnis. Banyak di antara mereka adalah penyintas yang kehilangan orang terdekat, terluka, atau berada di lokasi saat serangan terjadi.

Hampir 90 persen responden merupakan migran ke Selandia Baru, sebagian besar dengan riwayat pengalaman traumatis sebelumnya, seperti perang atau bencana alam.

Pertumbuhan Pascatrauma

Lektor Kepala Ben Beaglehole, salah satu pemimpin penelitian, menekankan bahwa penelitian tidak hanya melihat sisi luka psikologis, tetapi juga potensi pertumbuhan positif setelah trauma.

Para peserta, katanya, menunjukkan tingkat tinggi pertumbuhan pascatrauma—seperti kekuatan pribadi, perubahan spiritual, dan apresiasi terhadap hidup. Faktor yang berperan antara lain keyakinan bersama komunitas dan dukungan publik yang luas setelah serangan.

“Agama juga menjadi mekanisme penting bagi banyak orang dalam memahami dan bertumbuh dari pengalaman mereka,” kata Beaglehole.

Variasi Pengalaman Individu

Psikolog klinis Dr. Shaystah Dean mengingatkan agar komunitas Muslim Christchurch tidak dilihat sebagai kelompok homogen. Menurutnya, pengalaman individu sangat beragam, meskipun tema umum yang muncul mencakup “dampak jangka panjang yang diam-diam” serta beban emosional yang tersembunyi di balik keyakinan dan tujuan baru.

Tantangan bagi Pekerja Pendukung

Studi ini juga menyoroti tantangan bagi para pekerja Muslim yang ditugaskan memberikan dukungan pasca-serangan. Banyak di antara mereka adalah penyintas atau korban yang berduka, sehingga batas antara kesedihan pribadi dan tanggung jawab profesional menjadi kabur.

“Beberapa orang masih berduka, bahkan ada yang ditembak di masjid, tetapi tetap bekerja untuk mendukung orang lain,” kata Dr. Ruqayya Sulaiman-Hill. Meski berat secara emosional, sebagian besar mengatakan mereka bersedia melakukannya lagi.

Dukungan Jangka Panjang Mendesak

Para peneliti menyimpulkan bahwa meskipun sebagian penyintas menemukan kekuatan, kebutuhan akan dukungan kesehatan mental jangka panjang tetap mendesak. Tekanan berkelanjutan, seperti anak-anak yang tumbuh tanpa orang tua hingga proses hukum yang masih berlangsung, terus membebani komunitas.

Rencana tahap kedua Proyek 15 Maret—yang bertujuan melacak kondisi lima tahun setelah serangan—belum mendapat pendanaan.
 


(ACF)
Posted by Achmad Firdaus