Berhala Pertama di Muka Bumi: Berawal dari Patung Untuk Mengenang 5 Orang Saleh

N Zaid - Kisah Nabi dan Rasul 26/07/2025
ilustrasi. Foto: Pixabay
ilustrasi. Foto: Pixabay

Oase.id - Di masa silam, sebelum datangnya Nabi Nuh ‘alaihissalam, hidup lima orang laki-laki saleh yang sangat dicintai oleh masyarakat karena ketakwaan, akhlak, dan kesungguhan mereka dalam mengajak kepada kebaikan. Namun, kisah mereka menjadi pelajaran besar bagi umat manusia. Betapa kemuliaan bisa diselewengkan oleh tipu daya iblis—yang tidak berhenti mencari celah untuk menyesatkan anak cucu Adam.

Dari Pengingat Kebaikan Menuju Berhala
Ketika kelima tokoh saleh ini wafat, masyarakat saat itu merasa kehilangan. Rasa rindu dan cinta yang mendalam kepada mereka membuat iblis melihat peluang. Ia menyamar sebagai manusia dan membisikkan ide: "Kenapa kalian tidak membuat patung mereka? Bukan untuk disembah, tapi sekadar untuk mengenang mereka. Jika kalian melihat patung itu, kalian akan ingat pada amal-amal baik dan semangat ibadah mereka."

Ustadz Muhammad Ridwan dalam sebuah majelisnya seperti yang ditayangkan di kanal YouTube Mukjizat Nabi mengisahkan:

Salah seorang penduduk saat itu berkata, "Dalam ajaran agama kami yang murni, tidak pernah diajarkan untuk membuat patung, apalagi menyembahnya."

Lalu iblis pun datang menggoda si pembuat patung. Ia berkata,
"Ini bukan untuk disembah, hanya sebagai pengingat akan kebaikan mereka."

Singkat cerita, masyarakat tetap mengenang kelima orang saleh itu. Patung-patung mereka dijaga dan dihormati. Tapi, apa yang terjadi kemudian?

Tahun demi tahun berlalu, penghormatan itu berubah menjadi penyembahan. Patung-patung itu tidak lagi sekadar simbol kenangan—mereka dijadikan sesembahan. Kelima orang itu telah berubah status di mata manusia: dari orang saleh menjadi ‘tuhan’.

Apa kata iblis? Ia berhasil menyesatkan manusia, bukan dengan menggiring satu generasi untuk langsung menyembah patung, tapi dengan menyusun strategi jangka panjang. Iblis tahu, generasi berikutnya yang akan melupakan asal-usul patung itu, lalu menyembahnya.

Inilah bukti nyata bahwa keseriusan iblis dalam menyesatkan manusia sudah terjadi sejak dahulu kala. Sejak Nabi Adam ‘alaihissalam diturunkan dari surga hingga hari ini, iblis tidak pernah berhenti menyesatkan manusia dan menjauhkan mereka dari Allah.

Pelajaran bahwa iblis tekun menggoda 

Bisa dilihat, awalnya, niat masyarakat itu murni. Mereka membuat patung dan meletakkannya di tempat-tempat umum. Patung-patung itu diberi nama sesuai tokoh aslinya: Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr. Generasi pertama tidak menyembahnya. Mereka hanya menjadikan patung-patung itu sebagai simbol motivasi spiritual.

Namun, iblis tidak terburu-buru. Ia menunggu waktu dan menanam benih. Generasi demi generasi berlalu. Saat generasi baru lahir dan tak lagi mengenal cerita asli orang-orang saleh itu, iblis kembali datang dan membisikkan tipu dayanya.

"Leluhur kalian menyembah patung-patung ini. Mereka mendapatkan hujan dan rezeki karena mereka," bisik iblis. Maka dimulailah penyembahan. Patung yang awalnya untuk mengenang, berubah menjadi sesembahan. Nama-nama para wali itu pun berubah makna: dari teladan menuju berhala.

Allah Turunkan Nabi Nuh

Melihat umat manusia jatuh dalam kesyirikan, Allah pun mengutus Nabi Nuh ‘alaihissalam. Beliau menyeru kaumnya untuk kembali menyembah Allah semata dan meninggalkan sesembahan selain-Nya. Namun, seruan ini ditentang keras. Dalam Al-Qur’an, diceritakan bagaimana kaum Nuh berkata:

"Dan mereka berkata: 'Janganlah kamu meninggalkan sesembahan-sesembahan kamu dan jangan pula meninggalkan Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr.'"
(QS. Nuh: 23)

Penolakan terhadap dakwah Nabi Nuh tak hanya karena kebutaan spiritual, tetapi karena kesombongan dan keterikatan terhadap tradisi leluhur yang telah dilestarikan turun-temurun.

Pelajaran dari Kisah Ini
Kisah Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr adalah cermin bagaimana kesesatan tak selalu datang secara langsung. Iblis menggiring manusia sedikit demi sedikit, dari niat baik yang dicemari syirik tersembunyi. Kisah ini juga menjadi peringatan akan bahaya ghuluw (berlebihan) dalam memuliakan manusia hingga melebihi batas yang wajar.

Syirik bukan hanya menyembah berhala secara fisik, tetapi juga bisa hadir dalam bentuk mencintai atau mengkultuskan seseorang secara berlebihan. Inilah sebabnya Islam mengajarkan keseimbangan antara penghormatan dan tauhid yang murni.

Sebagai umat Nabi Muhammad ﷺ, kita diingatkan untuk menjadikan kisah ini sebagai peringatan. Jangan sampai kita jatuh pada kesalahan yang sama: membiarkan cinta kepada seseorang menggantikan kecintaan kita kepada Allah.


(ACF)
Posted by Achmad Firdaus