Pesantren Hadapi Tuntutan Zaman: Fasilitas Modern dan Ilmu Digital Jadi Daya Tarik Baru
 
				Oase.id - Perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat modern mendorong pesantren di Indonesia untuk bertransformasi. Lembaga pendidikan Islam yang dulunya identik dengan kesederhanaan dan fokus pada ilmu agama kini dituntut menyediakan fasilitas modern serta kurikulum yang relevan dengan dunia digital.
Fenomena ini terungkap dalam riset Alvara Research Center yang dipresentasikan CEO-nya, Hasanuddin Ali, dalam acara Refleksi Hari Santri yang digelar Cakrawala Negarawan Indonesia di Jakarta, Selasa (28/10/2025). Hasil penelitian menunjukkan, masyarakat kini menempatkan faktor lokasi dan fasilitas di atas sosok kiai dalam memilih pesantren untuk anak mereka.
“Dulu kiai menjadi faktor utama dalam menentukan pilihan. Kini, fasilitas dan akses yang mudah justru lebih diprioritaskan,” ujar Hasanuddin. Ia menjelaskan, empat faktor utama yang kini dipertimbangkan masyarakat ialah lokasi strategis, fasilitas yang memadai, figur kiai pengasuh, serta rekam jejak pesantren.
Berdasarkan hasil survei, fasilitas yang paling diharapkan meliputi unit kesehatan sekolah (UKS), fasilitas mandi cuci kakus (MCK), dan perpustakaan. Internet gratis, lapangan olahraga, kantin, serta laboratorium juga menjadi pelengkap penting bagi calon santri dan orang tua. “Sebagian masyarakat menilai fasilitas lebih penting dibanding figur kiai,” kata Hasanuddin.
Selain itu, bidang keilmuan di pesantren juga mulai berkembang. Sekitar 60 persen responden berharap pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga ilmu digital, komputer, ekonomi, manajemen, sains, dan kesehatan. “Pesantren kini harus mampu menjawab tantangan zaman agar tetap relevan,” ujarnya.
Aktivis Muhammadiyah sekaligus alumni pesantren, Sunanto, melihat perubahan ini sebagai keniscayaan di era keterbukaan informasi. “Pesantren tidak bisa menutup diri dari perkembangan teknologi. Santri harus siap menghadapi dunia digital yang serba cepat,” ujar pengurus Institute for Humanitarian Islam (IFHI) itu.
Meski demikian, Sunanto menegaskan pentingnya menjaga nilai-nilai pesantren agar tidak luntur. “Kalau dulu santri kesulitan mendapatkan informasi, sekarang justru kebanjiran informasi. Tantangannya adalah bagaimana menjaga adab dan etika di tengah kebebasan itu,” jelasnya.
Menurutnya, pesantren perlu menggabungkan ilmu agama dan ilmu umum tanpa kehilangan ruhnya. “Teknologi seharusnya memperkuat karakter santri, bukan membuat mereka bergantung,” kata Sunanto. Ia berharap para santri tetap membawa nilai-nilai pesantren ke masyarakat luas. “Ketika keluar dari pesantren, santri harus mampu menunjukkan akhlak dan integritas, bukan justru kehilangan jati diri.”
(ACF)
 
                                 
							 
							 
							 
							 
							 
				 
				 
				 
				 
				 
					 
					 
					 
						 
						