Kisah Nabi Ibrahim Menyembelih Putranya Ismail AS

Siti Mahmudah - Kisah Nabi dan Rasul Nabi Ibrahim Nabi Ismail 08/07/2021
Gambar oleh 4144132 dari Pixabay
Gambar oleh 4144132 dari Pixabay

Oase.id - Konon, sebab dari penyembelihan kepada putranya, Nabi Ismail, ialah bahwa Nabi Ibrahim telah berkurban 1000 kambing, 300 unta dan 100 unta di jalan Allah Swt. Kemudian orang-orang dan para malaikat kagum melihat itu, lalu Nabi Ibrahim Alaihis salam (AS) berkata:

“Semua yang telah dikorbankan, bukanlah apa-apa bagiku. Demi Allah, sekiranya aku mempunyai anak, niscaya aku sembelih di jalan Allah, dan aku korbankan kepada Allah Swt.”

Usai Nabi Ibrahim mengucapkan kalimat tersebut, lewatlah sekian lama, Ibrahim lupa akan kalimat yang diucapkannya itu. 

Suatu ketika, saat beliau datang ke Baitul Maqdis, beliau momohon kepada Allah Swt agar segera dikaruniai anak. Dan, akhirnya Allah Swt mengabulkan doanya. Anak itu pun dilahirkan dari Rahim ibunya, Siti Hajar. Dan anak tersebut diberi nama Ismail.

Saat anak tersebut berjalan bersamanya, yaitu ketika berusia 7 tahun dan ada yang mengatakan 13 tahun, Ibrahim bermimpi. Dalam mimpinya itu berbisik kalimat “tunaikanlah nadzarmu!”

Menurut Ibnu Abbas, mimpi tersebut terjadi ketika malam Tarwiyah saat Ibrahim sedang lelapnya tidur. Ia melihat dalam mimpinya itu ada seseorang yang berkata “Hai Ibrahim, tunaikanlah nadzarmu!” 

Pagi harinya, Ibrahim memikirkan mimpi tersebut. Apakah mimpinya itu dari Allah, ataukah dari setan? Begitu kira-kira yang dipikirkan oleh Ibrahim. Oleh sebab itu, disebutlah hari tarwiyah.
 
Sore harinya, ia bermimpi lagi dalam tidurnya. Mimpinya persis sama. Dan paginya, ia tahu bahwa mimpinya itu datang dari Allah. Oleh sebab itu, hari itu disebut hari arafah. 

Selanjutnya, pada malam ketiga, ia bermimpi lagi seperti itu. Sehingga ia bertekad ingin membeli anaknya. Karenanya, disebutlah hari nahar. 

Saat Ibrahim membawa Ismail untuk disembelih, beliau meminta izin kepada istrinya seraya mengucapkan: “Berilah anakmu, Ismail pakaian terindah, karena aku hendak pergi ke suatu jamuan.”

Maka Ismail pun diberi pakaian terbaik oleh ibunya, diminyaki dan disisir rambut kepalanya. Sementara Ibrahim membawa tali dan pisau, lalu pergi bersama anaknya itu ke tepi Mina. Sedangkan, Iblis ‘alaihil la’nah sejak saat diciptakan Allah tak pernah lebih sibuk dan lebih banyak berbolak-balik dari pada saat itu.
 
Ismail berlari di depan ayahnya. Lalu datanglah iblis seraya berkata kepada Nabi Ibrahim: “Tidakkah kamu tahu perawakannya yang semampai, rupanya yang elok dan tingkah lakunya yang halus?"

"Ya" jawab Ibrahim, "Tapi aku telah diperintah melakukan itu." 

Ketika itu iblis putus asa terhadap Ibrahim, ia datang kepada Hajar IaIu berkata: "Kenapa kamu duduk saja? Ibrahim pergi membawa anakmu untuk dia sembelih." 

Hajar berkata: "Jangan berdusta padaku. Pernahkah kamu melihat seorang ayah menyembelih anaknya?" 

Iblis menjawab: "Oleh karena itulah dia membawa tali dan pisau.”

"Buat apa dia menyembelih anaknya? Dia diperintah melakukan itu oleh Tuhannya. Seorang Nabi takkan diperintah melakukan kebatilan. Dan untuk melakukan perintah Allah, aku bersedia mengorbankan nyawaku, apalagi anakku." ujar ibunya, Hajar.

Setelah itu iblis putus asa menghadapi perempuan tegar itu, dia datang pula kepada Ismail, lalu berkata: "Sungguh, kamu senang-senang dan bermain-main. Padahal ayahmu membawa tali dan pisau, hendak menyembelihmu."

"Jangan berdusta kepadaku" tukas Ismail, "Kenapa aku hendak disembelih ayahku?" 

Iblis menerangkan, "Dia menyangka, bahwa dia diperintah melakukan itu oleh Tuhannya." 

Namun Ismail menegaskan: "Kami mendengar dan kami patuh kepada perintah Tuhanku." 

Dan, ketika iblis hendak menyampaikan kata-kata yang lain, Ismail mengambil sebutir batu dari atas tanah, lalu dilemparkannya kepada iblis, sampai matanya yang kiri copot.

Maka pergilah iblis dengan kecewa dan merasa rugi. Oleh sebab itu, Allah mewajibkan kita melempar batu-batu di tempat itu, untuk mengusir setan, dan karena mengikuti Ismail putra Khalil Allah Yang Maha Rahman.

Sumber: Disarikan dari keterangan dalam Durratun Nashihin karya Umar bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy
 


(ACF)
Posted by Achmad Firdaus