Batasan Bercanda dalam Islam

Siti Mahmudah - Tertawa Hukum Islam 22/08/2022
Tertawa (Foto: geralt_Pixabay)
Tertawa (Foto: geralt_Pixabay)

Oase.id - Sebagian besar orang menyukai senda gurau atau candaan. Namun, sering kali saat sedang berbincang dengan seseorang kebablasan tertawa terbahak-bahak. Padahal, Islam mengatur batasan-batasan dalam bercanda.

Para ulama mengatakan, bahwa bercanda yang tidak diperbolehkan adalah dilakukan dengan berlebihan dan terus-menerus, seperti tertawa terbahak-bahak. Karena, dapat mengakibatkan kerasnya hati, lupa berzikir kepada Allah dan berpikir tentang agama, serta menjatuhkan kewibawaan.

Adapun becanda yang tidak menimbulkan hal di atas hukumnya mubah, seperti yang dilakukan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (ﷺ). Beliau melakukannya dengan sangat jarang dan tidak berlebihan. Kalau pun pernah karena untuk kebaikan, menyegarkan jiwa orang yang diajak bicara dan berlemah lembut kepadanya.

Hal tersebut, menurut Rasul ﷺ tidak dilarang bahkan dianjurkan.

Sebagaimana yang diriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi, dari Ibnu Abbas Radiyallahu anhu (RA), dari Nabi ﷺ, bahwa beliau bersabda: 

“Janganlah kamu berdebat dengan saudara kamu, jangan kamu bercanda dengannya, jangan pula menjanjikan kepadanya dengan janji yang tidak ditepati.”

Selanjutnya, masih diriwayatkan dari kitab yang sama, at-Tirmidzi, dari Abu Hurairah RA, ia mengatakan, “Orang-orang berkata kepada Rasulullah ﷺ: ’Wahai Rasulullah, engkau telah bercanda kepada kami, kemudian beliau menjawab: ‘Sesungguhnya aku tidak bercanda selain kebenaran.”

Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadis di atas hasan (baik) dan sahih (kuat).

Ada hadis lain yang diriwayatkan Abu Hurairah terkait anjuran jangan terlalu tertawa berlebihan, yakni sebagai berikut:

“Janganlah kamu memperbanyak tertawa. Sesungguhnya tertawa yang banyak dapat mematikan hati.” (HR. Sunan at-Turmudzi)

Selain itu, ada hadis lain, Nabi ﷺ bersabda:

“Celaka bagi orang yang berbicara kemudian dia berbohong supaya bisa membuat tertawa masyarakat. Celaka baginya, celaka baginya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Turmudzi dan Hakim)

Lantas, dari hadis-hadis di atas, apakah kita harus senantiasa serius? Tentu tidak. 

Imam Al-Ghazali menceritakan, banyak riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi ﷺ juga terkadang bersenda gurau kepada orang di sekitarnya. Salah satu contohnya dalam sebuah kisah yang diceritakan oleh Zaid bin Aslam dalam kitab Ihya’ Ulumuddin yang dilansir NU Online.

Suatu ketika, Rasul ﷺ didatangi Ummu Aiman, “Ya Rasul, suami saya mengundang Anda untuk datang ke rumah kami”, ujar Ummu Aiman.

Rasul menjawab, “Suami kamu itu siapa? Apa orang yang di matanya ada putih-putihnya itu?”

Lalu, Ummu Aiman menjawab, “Tidak, demi Allah.”

Sontak Nabi bersenda gurau, “Tidak, suami kamu itu yang matanya ada putih-putihnya itu kan?”

Ummu Aiman tetap bersih keras mengatakan, “Demi Allah, tidak ada, ya Rasul.”

Kemudian Rasul bersabda, “Tidak ada seorang pun kecuali di bagian kedua matanya ada putih-putihnya.”

Setelah itu Ummu Aiman menyadari bahwa maksud Rasul adalah putih-putih yang mengelilingi pupil mata.

Sumber: Disarikan dari keterangan dalam Al-Adzkar An-Nawawiyah karya al-Imam Abi Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi dan NU Online


(ACF)
Posted by Achmad Firdaus