Mahasiswa Singapura Ditahan karena Berencana Menyerang Umat Muslim

Oase.id - Seorang warga negara Singapura berusia 18 tahun telah ditahan berdasarkan Undang-Undang Keamanan Internal (ISA) karena merencanakan serangan terhadap Muslim setelah diradikalisasi oleh ideologi ekstremis sayap kanan.
Nick Lee Xing Qiu telah ditahan berdasarkan Undang-Undang Keamanan Internal (ISA) karena aktivitas yang terkait dengan ekstremisme sayap kanan, Departemen Keamanan Internal (ISD) mengumumkan pada 10 Februari.
Lee, yang dipengaruhi oleh ideologi supremasi kulit putih, mengidolakan Brenton Tarrant, pelaku serangan teroris Christchurch 2019 di Selandia Baru, Straits Times melaporkan.
Menurut ISD, Lee menjadi radikal pada awal 2023 setelah terpapar konten Islamofobia dan ekstremis secara luas secara daring. Ia dilaporkan menghabiskan waktu berjam-jam setiap hari untuk mengonsumsi materi tersebut, termasuk berulang kali menonton rekaman serangan teroris Christchurch.
Lee juga berperan sebagai Tarrant dalam permainan daring yang penuh kekerasan, menggunakan modifikasi untuk mensimulasikan serangan terhadap Muslim.
Lee menyatakan niatnya untuk menyasar kaum Muslim di Singapura, dengan membuat tato dan pakaian yang terkait dengan simbol neo-Nazi dan sayap kanan.
Konten Anti-Islam Menggunakan Identitas Palsu
Meskipun ia mengaku tidak memiliki keberanian untuk bertindak sendiri, ia terbuka untuk berpartisipasi dalam serangan bersama orang-orang yang berpikiran sama yang ditemuinya secara daring. Rencananya termasuk menggunakan senjata rakitan dan meneliti metode untuk membuat bom molotov, meskipun tidak ada jadwal serangan yang pasti.
Keluarga, guru, dan teman sebaya Lee tidak menyadari radikalisasi yang dialaminya. Ia adalah orang ketiga di Singapura yang ditahan berdasarkan ISA karena ekstremisme sayap kanan, setelah kasus yang melibatkan dua pemuda lainnya pada tahun 2020 dan 2024.
ISD menyoroti kebangkitan global ekstremisme sayap kanan, menekankan bahwa daya tariknya melampaui lingkaran supremasi kulit putih, yang sering kali mempromosikan chauvinisme etnoreligius dan xenofobia.
Departemen tersebut memperingatkan bahwa kaum muda sangat rentan terhadap ideologi semacam itu, yang mengeksploitasi platform daring, termasuk gim video, untuk menyebarkan konten ekstremis.
ISD menegaskan kembali komitmennya untuk melawan segala bentuk ekstremisme kekerasan dan menggarisbawahi pentingnya menjaga kerukunan multiras dan multiagama di Singapura.
Serangan Christchurch pada tahun 2019 adalah penembakan massal di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, yang dilakukan oleh penganut supremasi kulit putih asal Australia, Brenton Tarrant. Pada tanggal 15 Maret, ia menewaskan 51 orang dan melukai 40 orang lainnya saat salat Jumat. Tarrant menyiarkan langsung sebagian serangan tersebut di media sosial dan kemudian dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat.(iqna)
(ACF)