Bagaimana Menafsirkan Ayat 'Bertakwalah Semampumu'

N Zaid - Amalan 18/07/2022
Ilustrasi. Pixabay
Ilustrasi. Pixabay

Oase.id - Bertakwalah semampu kamu. Ini adalah kalimat yang datang langsung dari firman Allah seperti yang tertuang dalam Al-Quran. 

“Bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At-Taghabun: 16).

Menurut Ustaz Abdullah Zaen ini sebuah kaidah yang sangat penting dalam menjalankan perintah-perintah agama. Bahwa menjalankan perintah agama itu sesuai kemampuan.

“Namun kaidah ini kadang-kadang disalahpahami,” ujar Ustaz Zaen.

 Contoh, seseorang hanya salat saat magrib sementara empat waktu salat yang lain tidak dikerjakan.  Saat ditanya kenapa salatnya hanya Magrib.

 Jawabnya, "Ya saya mampunya baru salat Magrib.” 
"Lho tidak bisa begitu."
"Ya kan dalam Al-Quran 'fattaqullaha mastatho'tum' (bertakwalah semampu kalian)."

"Ini menyalahpahami ayat,” kata Ustaz Abdullah Zaen dalam sebuah kajian, seperti yang dapat dilihat di Youtube berikut ini.

Contoh lain lagi ketika seseorang belum mampu keluar dari kebiasaan berzinah, atau minum minuman keras, maka ia meyakini hal itu tidak mengapa karena Allah dengan firman di surat at-Taghabun ayat 16 itu akan memaklumi kemaksiatannya. Pemahaman seperti ini melenceng dari maksud firman Allah ‘fattaqullaha mastatho'tum’.

Ayat “Bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu,” tersebut dijelaskan  Rasulullah ﷺ bukanlah dalam perkara melakukan kemaksiatan terhadap Allah. Hal itu sudah jelas, dari nash Al-Quran dan hadits. Bahwa terhadap kemaksiatan, maka tidak ada toleransi bagi seorang muslimin, kecuali ia harus meninggalkannya.

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Apa yang aku larang untukmu, maka jauhilah. Dan apa yang aku perintahkan untukmu, maka kerjakanlah menurut kesanggupanmu” (Muttafaqun ‘Alaih).

Contoh dari “bertakwa menurut kesanggupanmu” misal ketika seseorang sedang sakit, sehingga tidak bisa berdiri maka tidak mengapa ia salat sambil duduk, atau misal duduk pun tidak mampu, maka seseorang bisa salat dengan berbaring. Atau ketika, seseorang sedang sakit tiba-tiba di tengah hari ketika berpuasa Ramadan, karena alasan itu seseorang tidak mengapa membatalkan puasanya. 

Allah sendiri tidak membebani seseorang yang sakit parah untuk berpuasa, sehingga syariat pun membolehkan orang yang sedang sakit itu makan dan minum agar sakitnya tidak semakin parah.   
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al-Baqarah: 286).


(ACF)
TAGs:
Posted by Achmad Firdaus