Yuk! Patuhi Imbauan Social Distancing, Ini Manfaatnya Secara Psikologis

Muharini Aulia - Psikologi Remaja 24/03/2020
Photo by Markus Spiske from Pexels
Photo by Markus Spiske from Pexels

Oase.id- Ditetapkannya Covid-19 sebagai pandemi oleh organisasi kesehatan dunia (WHO), semakin menegaskan pentingnya setiap negara menemukan dan menjalankan strategi demi menekan angka persebaran virus korona.

Salah satu cara yang diimbau Pemerintah Indonesia adalah social distancing alias jarak sosial. Strategi ini didukung dengan kebijakan work from home (WFH) atau kerja dari rumah (KDR) yang diberlakukan di berbagai daerah, terutama yang sudah memiliki pasien terjangkit. 

Hashtag #dirumahaja dijadikan cara mengkampanyekan upaya pemerintah ini. Kegiatan belajar formal dipindahkan ke rumah dengan memanfaatkan berbagai platform belajar online. Pengkondisian ini memaksa kita untuk menjaga jarak dengan orang lain dan lebih banyak menghabiskan waktu di ruang yang lebih terbatas. 

Beberapa orang yang mengaku introvert, mungkin dapat menikmati pengkondisian ini. Sementara beberapa lainnya yang merasa ekstrovert mulai merasa jenuh, bosan, dan rindu keramaian. 

Social distancing, tampaknya memang mudah dilakukan. Kita hanya perlu duduk manis di rumah.

Untuk beberapa golongan remaja, apalagi yang termasuk kaum "rebahan", kesempatan ini bisa jadi merupakan waktu yang ditunggu-tunggu. 

Namun, kenyataannya, realisasi social distancing bisa jadi lebih berat ketimbang apa yang dibayangkan.

Apalagi bagi tipikal remaja aktif yang jadwal kegiatan dan mobilisasinya sangat tinggi. Dengan gampangnya, kebebasan di rumah bisa memunculkan rasa bosan, kesepian, atau bahkan tertekan. 

Lantas, apakah social distancing memiliki dampak positif seraca psikologis?

Jawabannya, jelas ada, dong. Tapi, pertama tama, kita perlu kembalikan kepada niat dan cara menikmatinya. Meskipun jarak dan batasan ini adalah imbauan pemerintah, akan lebih baik bila kita memiliki tekad dan dorongan dari dalam diri saat melakukannya.  

Baca: 7 Langkah Menjaga Kesehatan Jiwa di Tengah Cobaan Wabah Korona

 

Berikut beberapa dampak positif secara psikologis dari social distancing;

 

Ambil alih hidup

Kita mendapat kesempatan untuk mengambil alih hidup kita kembali. Tidak sedikit dari kita yang menyerahkan skenario hidupnya pada jadwal yang ada. 

Entah siapa yang membuatnya, selalu ada jadwal yang mengiringi hari seseorang. Dengan adanya social distancing, kita memiliki sedikit keluangan untuk menyusun skenario kehidupan secara mandiri. 

Melalui social distancing, kita tidak lagi terpaku pada jadwal yang rigid. Seseorang dapat mencoba hal-hal baru dan tidak terburu-buru menyelesaikan sesuatu. 

 

Mindful

Kita bisa lebih mindful dalam setiap aktivitas yang dijalani. Jeda dan jarak yang menyertai social distancing memberi peluang pada kita untuk menjalani segala sesuatu dengan penuh kesadaran dan perhatian. 

Jika sebelumnya kepadatan tugas dan interaksi mendorong kita untuk mengaktivasi auto pilot mode untuk menghadapi semuanya, kini kita dapat menikmati setiap momen ke momen lainnya. 

Contohnya, kita bisa benar benar menikmati alunan musik yang kita dengar, rasa makanan yang kita konsumsi, dan mensyukuri beberapa  kemampuan diri yang selama ini kita anggap biasa aja

 

Menjaga pikiran

Social Distancing identik dengan kondisi solitude (kesendirian). Penelitian yang dilakukan Daphne M. Davis menunjukkan adanya efek deaktivasi perasaan positif dan negatif ketika seseorang berada dalam kesendirian. 

Dengan kata lain, kesendirian dapat mengurangi kemungkinan kita merasakan perasaan negatif. Pun demikian terkait perasaan positif.

Tapi jangan khawatir dulu, karena ternyata,  perasaan positif tetap dapat terjaga bila kita merawat pikiran positif saat menyendiri. 

Baca: Menyimpulkan Penyakit dari Internet alias Self-diagnosis, Bahayakah? 

 

Rileks dan antistres

Apabila dilakukan atas kemauan sendiri, menyendiri (yang juga bagian dari social distancing) dapat mengarahkan kita pada kondisi rileks dan penurunan stres. 

Situasi saat ini yang juga dibumbui dengan berbagai pemberitaan, asumsi publik, dan sebagainya, tentu dapat menjadi tekanan bagi kita. Utamanya, ketika kita sulit memfilter informasi dengan baik.

Adanya jeda untuk menyendiri dapat mempermudah kita untuk melakukan relaksasi dan membatasi sendiri jumlah informasi yang mau diterima hari ini. 

 

Mengurangi kecemasan

Kembali pada tujuan awal yaitu pencegahan, menerapkan social distancing dapat mengurangi tingkat kecemasan akan kemungkinan terpapar virus. Kecemasan yang berlebihan memiliki hubungan yang tidak terputus dengan overthinking (memikirkan sesuatu secara berlebihan). 

Salah satu upaya untuk melepas diri dari jeratan lingkaran tidak terputus ini adalah dengan mengecek realita yang dapat membantah pikiran-pikiran negatif tersebut. Dengan melakukan social distancing, kita memiliki realita untuk membantah pikiran dan kecemasan-kecemasan itu. 

 

Rubrik ini diampu Psikolog Remaja Muharini Aulia (@auliyarini). Pertanyaan lebih lanjut bisa dilakukan dengan mengubungi redaksi Oase.id 


(SBH)
Posted by Sobih AW Adnan