8 Juni 632: Rasulullah Muhammad Saw Wafat
Oase.id- Di suatu Subuh, Rasulullah Muhammad Saw hanya mampu memandangi umatnya yang tengah melaksanakan salat berjemaah bersama Abu Bakar Ash-Shidiq. Di angkatnya sedikit tirai kamar istrinya, Aisyah. Nabi, merasa gembira, para sahabatnya senantiasa tetap menjalankan perintah Allah Swt, bersama maupun tidak dengannya secara langsung.
Beberapa sahabat sempat melihat wajah semringah Nabi Muhammad. Bercahaya terang, suci seperti kandungan mushaf. Mereka mengira, Nabi akan bergabung seperti hari-hari biasa. Ternyata, Rasulullah cuma menyunggingkan senyum indahnya dan kembali menurunkan tirai sebagai penanda tubuhnya masih didera sakit dan kondisi yang begitu lemah.
Itulah hari Senin, 12 Rabiul Awal 11 H, bertepatan 8 Juni 632 M. Setelah matahari sedikit condong ke barat, terngiang kabar Rasulullah wafat, berita yang diterima para sahabat dan seluruh umat Muslim sebagai kenyataan yang amat berat.
Penanda dan masa sakit
Rasulullah Saw pulang dari haji wada pada bulan Zulhijah. Nabi memanfaatkan waktu hingga Muharam dan Safar untuk mempersiapkan pasukannya yang akan bergerak ke arah Balqan dan Palestina di bawah kepemimpinan Usamah bin Zaid bin Haritsah.
Baca: 20 April 570: Nabi Muhammad Saw Lahir
Di sela-sela persiapan itu, Abu Muwaihibah, pembantu Rasulullah Saw menceritakan bahwa di malam harinya, tiba-tiba saja Nabi Saw mengajaknya berkunjung ke pemakaman Baqi, tempat para pahlawan perang Uhud dikebumikan.
Setelah tiba di sana, Nabi Saw berziarah dan mendoakan para pejuang Uhud agar diberikan ampunan dan rahmat dari Allah Swt. Setelahnya, Rasulullah bersabda;
"Wahai Abu Muwahibah, sungguh aku diberi kunci-kunci harta simpanan dunia dan kekal di sana, setelah itu surga, dan aku diberi pilihan antara hal tersebut atau segera bertemu dengan Rabb-ku di surga."
Abu Wuhaibah menjawab, "Ambillah kunci-kunci harta simpanan di dunia, kekal di dunia, kemudian surga."
"Tidak, Muwahibah. Aku lebih memilih segera bertemu Allah Swt di surga," jawab Rasulullah.
Sekembali dari Baqi, Rasulullah mendapati kondisi tubuhnya melemah, dan sakit.
Keadaan lemah Rasulullah Saw dikabarkan Aisyah. Ia berkata, Rasulullah meminta izin kepada para para istrinya untuk dirawat di rumahnya.
"Setelah mereka para istrinya mempersilakan, Nabi melangkahkan kakinya di tanah dengan dipapah sahabat Al-Abbas dan seorang lainnya. Setelah masuk ke rumahku, sakitnya kian parah," kata Aisyah.
Nabi meminta dituangkan tujuh geriba air yang tidak dibuka tali penutup kepalanya. Di tempat pencucian bahu milik Hafshah, Aisyah menuangkan air itu ke tangannya untuk sekadar menurunkan sedikit panas dan demam yang dideritanya.
Aisyah pun segera mengabarkan kondisi Rasulullah kepada para sahabat. Mereka datang menjenguk satu per satu. Mereka mendapati kondisi Nabi yang kian melemah.
Abu Bakar bercerita, kondisi Rasulullah sempat membaik ketika jelang salat berjemaah. Dilihatnya Nabi yang sempat berusaha melangkahkan kaki ke masjid. Dan ketika Abu Bakar mecoba mundur dari posisinya sebagai imam, Nabi memberikan isyarat agar ia tetap berada di tempatnya.
Nabi menghampiri Abu Bakar dan duduk di sebelahnya. Nabi pun salat, Abu Bakar mengikuti salat Rasululullah, sementara jemaah mengikuti gerakan salat Abu Bakar.
Inilah awal Abu Bakar diberikan amanat untuk mengimami jemaah selama Nabi Saw dalam kondisi sakit.
Baca: Yang Dilakukan Rasulullah ketika di Rumah
Kabar duka, pukulan berat
Kabar wafatnya Nabi Muhammad Saw pun menyebar. Para sahabat menyebut hari itu sebagai hari hitam paling sepi yang meimpa kaum Muslimin. Hari kematian Rasulullah adalah musibah bagi kemanusiaan, sementara hari kelahirannya adalah masa-masa yang paling menggembirakan.
Anas berkata, "Saat Rasulullah tiba di Madinah (hijrah), itulah hari yang menyinari segala sesuatu. Kemudian saat beliau wafat, itulah hari yang membuat segalanya gelap."
Ummu Aiman menangis, oleh seseorang ia ditanya, "Kenapa kamu menangisi kepergian Nabi?"
Aiman menjawab, "Aku tahu Rasulullah pasti wafat, namun yang aku tangisi adalah wahyu sudah tidak ada lagi bagi kita."
Ibnu Rajab menjelaskan, saat Rasulullah wafat, kaum Muslimin terguncang hebat. Ada yang tercengang hingga tak sadar, ada juga yang terduduk hingga tidak mampu berdiri. Ada pula yang keluh lidahnya hingga tidak bisa berkata-kata, dan ada juga yang mengingkari kematian beliau secara keseluruhan.
Saat Umar bin Khattab dikejutkan berita kematian Rasulullah, ia bahkan mengancam siapa pun yang menyatakan Nabi wafat.
Umar berteriak, "Beliau (Nabi Saw) tidak wafat! Tapi berpulang menuju Rabb, seperti halnya Musa bin Imran. Ia pergi meninggalkan kaumnya selama 40 hari, setelah itu kembali lagi. Sungguh, Allah Swt akan mengembalikan Rasulullah seperti kembalinya Musa. Sungguh, tangan dan kaki siapa pun yang mengatakan Rasululullah wafat, akan kupotong!"
Mendengar hal itu, Abu Bakar datang dengan mengendarai kuda dari tempat tinggalnya di Sanah. Setelah turun dan memasuki masjid, ia tidak berbicara sepatah kata pun dan langsung memasuki kediaman Aisyah.
Abu Bakar mengusap-usap wajah Rasulullah yang saat itu megenakan jubah. Setelahnya, ia memandangi wajah Rasulullah dan tertelungkup mencium, dan menangis.
"Ayah ibuku sebagai tebusanmu. Demi Allah, tidaklah bersatu dua kematian pada dirimu, kematian yang menimpamu, itu sudah berlalu," gumam Abu Bakar.
Bermaksud menenangkan Umar, Abu Bakar pun segera keluar.
"Umar, duduklah!"
Abu Bakar berkhutbah di hadapan khalayak. Setelah memuja dan memuji Allah, ia menyampaikan;
"Amma ba'du. Barangsiapa menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal. Dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka Allah Maha Hidup, Ia tidak akan pernah mati."
Setelah itu, Abu Bakar membacakan QS. Ali Imran: 144;
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur."
Umar berkata, "Demi Allah. Saat aku mendengar Abu Bakar membaca ayat itu, aku langsung duduk, kedua kakiku tidak kuat menahan tubuhku, dan aku pun tahu, Rasulullah Saw sudah meninggal."
(SBH)