4 Pelajaran Penting dari Penggembalaan Kambing Sebelum Nabi Diangkat Menjadi Rasul

Siti Mahmudah - Inspirasi Nabi Muhammad Saw Idul Adha 2021 15/07/2021
Gambar oleh Quang Nguyen vinh dari Pixabay
Gambar oleh Quang Nguyen vinh dari Pixabay

Oase.id - Al-Bukhari menuturkan bahwa Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak ada seorang Nabi pun, melainkan ia pernah menggembalakan kambing.”

Suatu ketika, Rasul pernah ditanya oleh para sahabatnya, “Bagaimana dengan Anda wahai Rasulullah?”
Rasulullah ﷺ menjawab, “Ya, aku pernah menggembalakan kambing milik penduduk Mekah di Qararith’.”

Diambil dari Shahih Bukhari dan Muslim, bahwa ada hikmah dan pelajaran penting dari penggembalaan kambing sebelum nabi diangkat menjadi rasul.

Berikut Oase.id merangkumnya:

1. Sarana melatih kesiapan dalam memikul tanggung jawab dan mengatur umat
Artinya, bahwa dalam menggembala kambing dibutuhkan kesabaran dan ketabahan. Apabila bisa berlaku sabar dan berhasil menjalankan semua tugas penggembalaan, seperti mengumpulkan kembali kambing-kambing setelah berpencar kesana kemari, memindahkan dari padang rumput satu ke padang rumput yang lain, menjaga kambing-kambing dari sengatan binatang-binatang lain, memahami watak dari setiap kambing yang digembalanya, dan menghimpun kambing-kambing tersebut dalam satu kelompok. Dari situlah akan terbentuk dan terbangun kesabarannya dalam mengurus umatnya.

2. Cerminan kedalaman perasaan dan ketinggian solidaritas
Hal tersebut terlihat ketika merasa dirinya telah mampu bekerja, beliau tergerak untuk membantu meringankan beban kebutuhan hidup pamannya. Rasul sadar, bahwa pamannya telah merawat dan membesarkannya dengan tulus dan ikhlas, walaupun banyak tanggungan anggota keluarganya yang cukup banyak.

3. Kerja keras
Allah Swt bisa saja menyediakan berbagai macam kenikmatan dan kemewahan hidup tanpa harus banting tulang, kerja keras. Akan tetapi, kebijaksanaan Allah Swt memberikan takdir lain. Beliau harus merasakan sulitnya kehidupan dengan jerih payah keringatnya sendiri.

Pelajaran ini mengartikan bahwa harga diri seseorang ditentukan oleh sejauh mana kiprah dan pengabdiannya bagi kemajuan dan kepentingan masyarakatnya.

4. Menjauhkan diri dari perbuatan meminta-minta atau mengharapkan pemberian orang lain
Dalam fiqh as-Sirah dijelaskan, bagi para dai atau mereka yang tengah menjalankan amar ma’ruf nahi munkar tidak akan dihargai oleh masyarakat, bila kehhidupan sehari-harinya mengharapkan belas kasihan dari orang lain.

Artinya, bahwa dituntut untuk berpijak pada jerih payahnya sendiri dalam mencukupi kebutuhan hidupnya dan menjauhkan dari perbuatan meminta-minta. Maka dengan begitu, tidak ada kesempatan bagi orang kafir yang lebih kaya untuk menghalang-halangi dakwah menegakkan kebenaran.

Sumber: Disarikan dari keterangan dalam Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri


(ACF)
Posted by Achmad Firdaus