Ketika Allah Menghancurkan Pasukan Gajah

Oase.id - Di antara kisah-kisah luar biasa dalam Al-Qur’an, terdapat satu peristiwa yang begitu ikonik hingga menjadi nama salah satu surat pendek di dalam mushaf: Kisah Gajah, atau lebih dikenal sebagai Ashhabul Fîl—Para Pemilik Gajah.
Kisah ini tidak hanya hidup dalam hafalan anak-anak muslim, tapi juga menjadi pelajaran sejarah tentang bagaimana kekuasaan, keangkuhan, dan kekuatan fisik bisa dihancurkan seketika oleh kuasa Allah yang Maha Perkasa. Seekor gajah besar dan rombongan pasukan raksasa pun tak mampu menandingi satu perintah dari langit.
Abrahah dan Ambisi Menyaingi Kakbah
Kisah ini bermula dari seorang gubernur Kristen di Yaman bernama Abrahah Al-Ashram. Ia membangun sebuah gereja megah bernama Al-Qullays di Sana’a, dengan tujuan menjadikannya pusat ziarah dan menggantikan posisi Kakbah di Makkah. Namun rencana ini tidak diterima oleh bangsa Arab. Dikisahkan dalam beberapa riwayat, seorang Arab datang dan menjelek-jelekkan gereja itu sebagai bentuk protes. Abrahah pun murka.
Ia lalu bersumpah akan menghancurkan Kakbah, sebagai bentuk pembalasan dan supremasi kekuasaannya. Ia memimpin pasukan besar dari Yaman ke Makkah dengan mengendarai gajah raksasa bernama Mahmud, dilengkapi rombongan pasukan dan gajah-gajah lainnya. Tujuannya satu: meratakan rumah ibadah tertua di muka bumi itu.
Surah Al-Fîl: Ketika Burung Kecil Menghancurkan Pasukan Gajah
Allah mengabadikan kisah ini dalam Surah Al-Fîl (QS. Al-Fîl: 1–5):
"Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?
Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia?
Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah yang terbakar,lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat)." (QS Al-Fîl: 1–5)
Para ulama seperti Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur'an Al-‘Azhim menjelaskan bahwa pasukan Abrahah dihujani batu-batu kecil yang dibawa oleh burung-burung yang disebut thayran abâbîl. Batu-batu tersebut membakar dan melubangi tubuh pasukan, hingga tubuh mereka hancur seakan-akan daun yang dikunyah.
Menurut Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar di situs Islamweb.net, sebagian sejarawan menyebutkan bahwa pasukan itu diserang dengan penyakit cacar atau campak parah setelah serangan batu. Abrahah sendiri kembali ke Yaman dengan tubuh membusuk dan akhirnya meninggal dalam keadaan hina.
Hadis dan Peneguhan Sejarahnya
Meskipun kisah ini sudah gamblang dalam Al-Qur’an, ada pula hadis yang menegaskan peristiwa tersebut. Dalam Shahih al-Bukhari (No. 385), Ummu Hani' meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya Allah telah menahan gajah agar tidak masuk ke Makkah."
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ketika pasukan Abrahah mendekati wilayah Haram, gajah Mahmud menolak berjalan. Ia duduk diam meskipun dipukul dan digiring. Namun ketika diarahkan ke arah lain, ia justru bangkit dan berjalan. Ini menjadi isyarat bahwa bahkan makhluk yang besar dan perkasa pun tunduk atas kehendak Ilahi.
Tahun Gajah: Penanda Kelahiran Rasulullah ﷺ
Kisah pasukan gajah bukan sekadar peristiwa militer. Ia menjadi tanda zaman. Umat Islam mengenal tahun tersebut sebagai Tahun Gajah ('Aamul Fîl)—tahun kelahiran Nabi Muhammad ﷺ. Seolah-olah, Allah hendak mengosongkan panggung sejarah dari keangkuhan dan menyambut kelahiran sang pembawa rahmat.
Dalam buku Fiqh Sirah karya Sayyid Sabiq dan juga dalam catatan sejarah Islam dari Alukah.net, disebutkan bahwa kaum Quraisy menyaksikan langsung kehancuran pasukan tersebut. Mereka pun semakin menyadari kesucian Ka’bah dan perlindungan Allah atas rumah-Nya.
Pelajaran dari Gajah dan Langit
Kisah Ashhabul Fîl mengandung banyak pelajaran:
Kekuatan materi tidak bisa menandingi kekuasaan Allah.
Kesombongan adalah jalan menuju kehancuran.
Allah membela rumah-Nya tanpa perlu bantuan manusia.
Gajah yang kuat, pasukan yang lengkap, dan strategi yang matang pun tak berarti jika tak mendapat izin dari-Nya. Dan seekor burung kecil pun bisa menjadi alat penghancur jika diperintah Sang Penguasa Langit.
Kisah ini tetap hidup dalam benak umat Islam, tak hanya sebagai sejarah, tapi juga sebagai peringatan: Jangan sekali-kali menantang keagungan Allah, karena yang kecil bisa jadi besar, dan yang besar bisa dilenyapkan dalam sekejap—seperti daun yang habis dimakan ulat.(quran,alkulah)
(ACF)