Takhbib: Dosa Merusak Rumah Tangga Orang Lain

Oase.id - Dalam kehidupan sosial yang semakin terbuka, batas-batas privasi dalam hubungan rumah tangga sering kali terkikis. Salah satu perilaku yang semakin marak, namun sering tidak disadari sebagai dosa besar, adalah takhbib — sebuah istilah dalam Islam yang mengacu pada perbuatan merusak hubungan antara suami dan istri.
Secara bahasa, takhbib berarti menghasut, menipu, atau merusak. Dalam konteks syariat, takhbib adalah tindakan seseorang yang secara sengaja menimbulkan ketegangan atau perpecahan dalam rumah tangga orang lain. Bisa dengan cara menggoda pasangan orang lain, mengadu domba, menjelekkan suami di depan istrinya, atau menyusupkan bisikan negatif agar pasangan menjadi saling curiga dan bermusuhan. Meski terkadang terjadi secara halus, dampaknya bisa sangat merusak dan berkepanjangan.
Islam dengan tegas mengharamkan takhbib. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Laisa minnâ man khabbaba imra’atan ‘alâ zawjihâ."
“Bukan termasuk golongan kami orang yang merusak hubungan seorang wanita dengan suaminya.”
(HR. Abu Dawud, Ahmad. Dishahihkan oleh Al-Albani)
Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang melakukan takhbib tidak dianggap sebagai bagian dari umat Nabi Muhammad ﷺ dalam aspek petunjuk dan akhlaknya. Ini adalah bentuk ancaman serius yang menunjukkan betapa besar dosa perbuatan ini dalam pandangan agama.
Para ulama besar Islam menaruh perhatian besar terhadap bahaya takhbib. Imam Al-Dzahabi dalam kitab Al-Kabâir memasukkan takhbib ke dalam deretan dosa-dosa besar, sejajar dengan perbuatan seperti zina, mencuri, dan sihir. Sementara Imam Al-Munawi menjelaskan bahwa perbuatan takhbib merupakan bentuk penyesatan dan kerusakan yang nyata terhadap institusi rumah tangga, dan hal itu berlawanan dengan misi Islam yang ingin menjaga kehormatan dan keharmonisan keluarga.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin juga memberikan peringatan keras dalam penjelasannya bahwa jika seseorang dengan sengaja menyebabkan seorang istri meninggalkan suaminya, lalu menikahinya, maka sebagian ulama memandang bahwa pernikahan tersebut batal karena dibangun di atas kedzaliman. Bahkan menurut sebagian pendapat dalam mazhab Hanbali, jika terbukti bahwa perceraian terjadi karena takhbib, maka pernikahan selanjutnya antara pelaku dan korban bisa dianggap tidak sah.
Hal senada juga disampaikan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz. Ia menegaskan bahwa tidak halal bagi siapa pun untuk memecah hubungan antara suami dan istri. Jika seseorang menggoda atau menghasut hingga terjadi perceraian, maka ia telah melakukan perbuatan keji yang sangat dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya. Bahkan jika akhirnya pernikahan baru terjadi antara pelaku takhbib dan korban, hubungan itu dibayangi oleh dosa dan ketidakberkahan.
Di era media sosial saat ini, bentuk-bentuk takhbib bisa muncul tanpa disadari. Mulai dari komunikasi yang terlalu akrab dengan pasangan orang lain, komentar menggoda, hingga ikut campur urusan rumah tangga orang lain atas nama kepedulian. Takhbib bukan hanya terjadi karena niat jahat yang terang-terangan, tetapi juga bisa muncul dari sikap yang sembrono, egois, dan kurangnya empati terhadap hubungan orang lain.
Rasulullah ﷺ telah memberikan batas yang jelas: rumah tangga adalah wilayah sakral. Merusaknya adalah bentuk perusakan terhadap tatanan masyarakat. Dan siapa pun yang dengan sengaja melakukannya, berarti telah menantang prinsip dasar dari ajaran Islam: menjaga kehormatan diri dan orang lain.
Takhbib bukan sekadar perbuatan salah—ia adalah dosa besar yang mencuri ketenangan, menghancurkan cinta, dan menanam luka yang bisa diwariskan pada anak-anak. Maka siapa pun yang beriman dan takut kepada Allah, hendaknya menjauh dari segala bentuk takhbib, baik dalam bentuk tindakan, ucapan, maupun bisikan yang menyusup dalam ruang pribadi rumah tangga orang lain.
Semoga Allah menjaga hati dan lisan kita dari dosa-dosa yang diam-diam menghancurkan.
(ACF)