Sejarah Maqam Ibrahim
Oase.id - Bagi umat Islam, Maqam Ibrahim disebut sebagai batu yang berasal dari surga dan diturunkan ke bumi oleh Allah Swt serta menjadi bukti adanya Ka’bah atau Baitullah.
Maqam Ibrahim merupakan peninggalan batu yang digunakan Nabi Ibrahim a.s. untuk berpijak membangun Ka’bah, yaitu ketika bangunan tersebut telah melebihi tinggi tubuhnya. Awalnya, kedua telapak kaki Nabi Ibrahim meninggalkan bekas pada batu tersebut dan masih terlihat sampai zaman awal kedatangan Islam.
Namun yang semula berwarna putih bersih dan bercahaya, lambat laun seiring zaman bekas tersebut hilang dikarenakan banyaknya sentuhan tangan manusia. Bukti terlihatnya bekas telapak kaki Ibrahim kala itu adalah sesuai perkataan Abu Thalib dalam al-Bidayah wa an-Nihayah, yakni:
“Bekas telapak Ibrahim terlihat jelas di atas batu, ia berdiri di atas kedua kakinya tanpa terompah.”
Menurut riwayat dikatakan, bahwa maqam tersebut pada awalnya menempel dengan bangunan Ka’bah. Kondisi itu bertahan sampai masa pemerintahan Umar bin Khaththab. Saat itu, Umar menggeser sedikit posisi maqam tersebut untuk memberi keleluasaan kepada orang-orang yang melakukan thawaf dan salat di sekitar maqam. Para sahabat lain pun mengiyakan yang dilakukan Umar.
Sebagaimana dalam firman Allah Swt dalam surah Al-Baqarah ayat 125, bahwa Allah Swt merestui perkataan Rasul “Kalau saja kita boleh memakai maqam Ibrahim untuk tempat salat.”
Allah berfirman, “Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat.” (QS. Al-Baqarah: 125).
Artinya, Maqam Ibrahim diturunkan bukan tanpa maksud. Maqam Ibrahim ditujukan untuk tempat salat dan sarana memperoleh keberkahan dari doa-doa yang dipanjatkan.
Dijelaskan juga dalam kitab As-Sunan, bahwa Nabi Ibrahim a.s. pula yang membangun Masjidil Aqsha, yang meletakkan pondasinya Nabi Ya’qub. Rasul mengatakan, rentang waktu antara peletakan pondasi dan pembangunan adalah 40 tahun.
Sementara dalam hadis yang diriwayatkan an-Nasa’i dijelaskan bahwa yang membangun Masjidil Aqsha adalah Sulaiman ibn Daud a.s.
Perlu digaris bawahi juga yang dimaksud dengan kata membangun adalah memperbaharui atau memugar. Pernyataan ini dikemukakan oleh as-Suyuthi, Ibnu Qayyim dan Ibnu Hajar.
(ACF)