Abdullah bin Mubarak dan Budak yang Doanya Menggetarkan Langit

Oase.id - Dalam khazanah sejarah Islam, terdapat banyak kisah menakjubkan yang tak hanya menggetarkan hati, tapi juga menyentuh sisi terdalam keimanan. Salah satunya adalah kisah pertemuan antara seorang ulama besar bernama Abdullah bin Mubarak dengan seorang budak berkulit hitam di Makkah. Kisah ini bukan sekadar cerita masa lalu, melainkan pengingat akan kekuatan doa yang tulus, serta keikhlasan yang jauh lebih berharga daripada status sosial.
Ulama Agung dari Khurasan
Abdullah bin Mubarak adalah seorang ulama besar pada abad ke-2 Hijriyah, berasal dari Khurasan. Ia bukan hanya ahli ilmu, tapi juga kaya raya, dermawan, dan sangat mencintai jihad dan ibadah. Namanya harum di kalangan tabi‘in karena kesungguhannya dalam menjalani agama dan mengamalkannya.
Suatu waktu, beliau melakukan perjalanan ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji atau umrah. Namun Allah berkehendak memberinya pelajaran besar di tanah suci, lewat peristiwa yang tak akan pernah beliau lupakan seumur hidup.
Salat Istisqa dan Doa yang Tak Dijawab
Makkah saat itu sedang dilanda kekeringan hebat. Sumur Zamzam hampir kering—a hal yang sangat langka. Para penduduk pun berbondong-bondong datang ke Masjidil Haram untuk melaksanakan salat istisqa (salat minta hujan). Abdullah bin Mubarak termasuk di antara jamaahnya.
Salat dilakukan dengan penuh harap. Imam memindahkan sorbannya, jamaah menangis dan berdoa. Namun, selesai salat, langit tetap terang. Tak ada tanda-tanda mendung, apalagi hujan. Seolah-olah doa mereka belum sampai.
Seorang Budak yang Tak Dikenal
Tiba-tiba, mata Abdullah bin Mubarak tertuju pada sosok asing. Seorang budak berkulit hitam, datang dari pintu masjid dan mengambil tempat salat di sudut yang sepi, jauh dari kerumunan. Ia menunaikan salat dua rakaat dengan sangat khusyuk. Abdullah menyaksikan langsung tumakninah-nya, ketenangannya, dan penghayatannya.
Setelah salam, sang budak mengangkat tangan dan berdoa dengan suara lirih:
"Ya Allah, demi kemuliaan-Mu, turunkanlah hujan kepada hamba-hamba-Mu."
Begitu kalimat itu selesai, awan langsung menggulung dari arah barat, dan hujan turun dengan derasnya membasahi kota suci Makkah.
Abdullah bin Mubarak tertegun. Ia tahu, inilah doa yang dikabulkan. Bukan dari ribuan jamaah yang tadi ikut salat istisqa, melainkan dari satu orang hamba Allah yang tidak dikenal siapa pun.
Pengejaran yang Mengubah Hidup
Digerakkan oleh rasa penasaran dan kagum, Abdullah bin Mubarak mengikuti sang budak dari kejauhan. Ia menelusuri lorong-lorong Makkah hingga akhirnya sang budak masuk ke sebuah rumah besar. Di depan rumah, ada seorang pria yang ternyata adalah tuan dari budak itu.
Abdullah bertanya tentang budak tersebut. Sang tuan menjawab:
"Ia adalah budak saya. Ia rajin, taat, dan setiap malam menghabiskan waktunya untuk salat dan beribadah. Jika saya beri dia dua dirham, ia hanya pakai satu, sisanya ia sedekahkan."
Abdullah pun memohon untuk membeli budak itu. Setelah tahu bahwa yang memintanya adalah Abdullah bin Mubarak, sang tuan mengizinkannya. Budak itu akhirnya dibebaskan dan diajak pulang ke Khurasan.
Doa Terakhir Sang Budak
Dalam perjalanan pulang, Abdullah bin Mubarak menceritakan mengapa ia membeli budak itu, dan betapa luar biasa doanya yang dikabulkan. Sang budak terdiam sejenak, lalu minta izin untuk salat dua rakaat.
Setelah salam, ia mengangkat tangan dan berdoa:
"Ya Allah... sekarang..."
Ia tidak lanjutkan kalimatnya. Detik itu juga, ia wafat.
Abdullah bin Mubarak menangis. Ia menyadari bahwa orang saleh itu mungkin berdoa:
"Jika setelah ini aku jadi ujub atau riya karena doaku didengar orang, maka cabutlah nyawaku sebelum aku rusak."
Keikhlasan yang Menembus Langit
Kisah ini menjadi pelajaran berharga. Ternyata derajat tinggi di sisi Allah tidak tergantung status sosial, warna kulit, atau popularitas. Allah melihat hati dan keikhlasan.
Budak ini tidak dikenal manusia, tapi dikenal langit. Doanya menembus batas, dan keikhlasannya menjadi kunci terkabulnya permintaan ribuan orang.
Belajar dari Sang Budak
Di zaman ini, banyak yang berlomba mengejar pengakuan manusia. Tapi kisah ini mengingatkan kita bahwa yang lebih penting adalah dikenal oleh Allah. Tak peduli seberapa tinggi jabatan atau seberapa banyak pengikut, kalau kita tak dikenal di langit, semua itu tak berarti.
Mari jaga keikhlasan dalam berdoa, beramal, dan beribadah. Karena bisa jadi, justru amal yang paling diam-diam, yang paling kecil di mata manusia, adalah yang paling besar di sisi Allah.
(ACF)