Inilah Dalil Tentang Praktik Perbudakan dalam Islam

Octri Amelia Suryani - Perbudakan Kerangkeng Manusia Hukum Islam 09/02/2022
Kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin. Foto: Istimewa.
Kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin. Foto: Istimewa.

Oase.id - Beberapa waktu lalu kita dihebohkan dengan berita adanya kerangkeng manusia yang di berada di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin. Berdalih sebagai tempat rehabilitasi narkoba, banyak yang menduga, hal tersebut terkait dengan praktik perbudakan.

Dari hasil temuan pihak berwajib, kerangkeng manusia itu disebut tidak layak untuk jadi tempat rehabilitasi narkoba. Justru, beberapa temuan baru mengindikasikan memang benar adanya praktek perbudakan di tempat tersebut.

Laporan dari Migrant Care, manusia yang dikerangkeng dijadikan pekerja di ladang sawit milik Bupati Langkat tersebut dengan tanpa bayaran. Mereka dipekerjakan selama 10 jam, setelah itu dimasukkan ke dalam kerangkeng berjeruji besi dan hanya diberi makan dua kali sehari dengan tidak layak.

Lantas, bagaimana Islam memandang praktik perbudakan yang juga sempat terjadi pada zaman dahulu? Apakah sistem perbudakan ini masih pantas ada?

Budak adalah orang yang dinomorduakan, orang yang berada di bawah kekuasaan orang lain dan tidak berdaya. Dalam Al-Quran kata yang memiliki arti budak atau perbudakan ialah ‘abd, raqabah, dan ma malakat aiman-mamluk.

Kata ‘abd memiliki dua arti: pertama hamba, abdi, mencakup manusia seluruhnya di hadapan Allah Swt, dan yang kedua hamba sahaya, manusia yang dimiliki orang lain.

Islam jelas melarang adanya praktik perbudakan. Banyak sekali upaya Allah Swt untuk dapat memerdekakan budak pada masa itu. Salah satunya terdapat pada QS. An-nisa ayat 92:

وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنٍ اَنۡ يَّقۡتُلَ مُؤۡمِنًا اِلَّا خَطَـــًٔا‌ ۚ وَمَنۡ قَتَلَ مُؤۡمِنًا خَطَـــًٔا فَتَحۡرِيۡرُ رَقَبَةٍ مُّؤۡمِنَةٍ وَّدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ اِلٰٓى اَهۡلِهٖۤ اِلَّاۤ اَنۡ يَّصَّدَّقُوۡا‌ ؕ فَاِنۡ كَانَ مِنۡ قَوۡمٍ عَدُوٍّ لَّـكُمۡ وَهُوَ مُؤۡمِنٌ فَتَحۡرِيۡرُ رَقَبَةٍ مُّؤۡمِنَةٍ‌ ؕ وَاِنۡ كَانَ مِنۡ قَوۡمٍۢ بَيۡنَكُمۡ وَبَيۡنَهُمۡ مِّيۡثَاقٌ فَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ اِلٰٓى اَهۡلِهٖ وَ تَحۡرِيۡرُ رَقَبَةٍ مُّؤۡمِنَةٍ‌ ۚ فَمَنۡ لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ شَهۡرَيۡنِ مُتَتَابِعَيۡنِ تَوۡبَةً مِّنَ اللّٰهِ‌ ؕ وَكَانَ اللّٰهُ عَلِيۡمًا حَكِيۡمًا

Artinya: Dan tidak patut bagi seorang yang beriman membunuh seorang yang beriman (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Barang siapa membunuh seorang yang beriman karena tersalah (hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta (membayar) tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga si terbunuh) membebaskan pembayaran.

Jika dia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal dia orang beriman, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Dan jika dia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. 

Barang siapa tidak mendapatkan (hamba sahaya), maka hendaklah dia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai bentuk tobat kepada Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.

Kata raqabah dalam ayat di atas diartikan sebagai budak (hamba sahaya). Tiga kali penyebutan kata raqabah dalam ayat ini seharusnya sudah dapat dimengerti betapa inginnya Allah Swt menghapus perbudakan di muka bumi.

Sejak Islam masuk, perbudakan sudah tidak masanya lagi. Karena perbudakan sangat bertentangan dengan fitrah manusia yang sebenarnya memiliki kebebasan dengan adanya Hak Asasi Manusia. 

Dengan itu, manusia memiliki kebebasan berpikir, beragama, berpendapat, berpolitik, bergerak, dan lainnya yang mencakup dalam kepribadian seseorang.


(ACF)
Posted by Achmad Firdaus