Penyimpangan Berhubungan Seks dengan Binatang Bagaimana Hukumnya?
Oase.id - Penyimpangan dalam seksualitas bisa bermacam-macam. Salah satu yang paling ekstrem adalah 'menyetubuhi binatang. Bagaimana para ulama menghukuminya?
Berdasarkan kitab Ad-Daa' Wa Ad-Dawaa' yang ditulis Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, mengenai persetubuhan terhadap binatang, terhadap tiga pendapat di kalangan ahli fiqih:
Pendapat pertama: Pelakunya diberi hukuman ta-dib (sangsi yang mendidik) dan tidak terkena hukuman hadd.
Demikianlah pendapat Malik, Abu Hanifah, dan asy-Syafi'i berdasarkan salah satu pendapatnya-serta Ishaq.
Pendapat kedua; Hukumnya sama seperti hukum berzina, yaitu dicambuk apabila pelakunya belum menikah dan dirajam apabila pelakunya sudah menikah.
Demikianlah pendapat al-Hasan al-Bashri.
Pendapat ketiga: Hukumannya sebagaimana pelaku homoseks, Demikianlah pendapat Ahmad bin Hanbal.
Akan tetapi, ada perbedaan dalam memutuskan hukuman hadd pelakunya menurut dua riwayat yang bersumber dari beliau, yakni apakah pelaku perzinaan ini dibunuh dalam kondisi bagaimanapun atau atau pelakunya dihukumi seperti pezina?
Orang-orang yang berpendapat bahwa hukumannya dibunuh berdalil dengan riwayat Abu Dawud, dari Ibnu Abbas, dari Nabi, bahwa beliau shallallahu alaihi wa sallam berdabda
"Barangsiapa yang menyetubuhi binatang ternak maka bunuhlah dia, juga bunuhlah binatang ternak tersebut bersamanya."
Dalam kesempatan lainnya mereka menyatakan dengan tegas:" Persetubuhan itu tidak diperbolehkan, bagaimanapun kondisinya, sehingga hukuman bagi pelaku perbuatan keji ini adalah dibunuh, seperti halnya pelaku homoseks.
Orang-orang yang berpendapat bahwa pelakunya tidak terkena hukuman hadd mengatakan bahwa tidak ada hadits yang shahih dalam masalah ini.
Sekiranya terdapat hadits shahih dalam perkara ini, tentu saja kami akan berpegang dengannya dan tidak halal bagi kami untuk menyelisihinya.
Isma'il bin Sa'id-Syalanji berkata: Aku bertanya kepada Ahmad tentang orang yang menyetubuhi binatang ternak.Beliau tidak berpendapat apa-apa dalam perkara ini (bersikap diam).Beliau juga tidak menetapkan hadits riwayat Amr bin Abi Amr dalam masalah ini.
Ath-Thahawi berkata: Hadits tersebut adalah hadits dha'if. Di samping itu, perawainya yaitu Ibnu Abbas, telah berfatwa bahwa pelaku perbuatan tersebut tidak terkena hukuman hadd. Abu Dawud berkata" Pernyataaan ini mendhaifkan hadits ini."
Tidak diragukan lagi, tabiat normal yang menolak persetubuhan dengan hewan lebih kuat daripada tabiat normal yang menolak homoseks.
Sungguh, dua perkara tersebut sama sekali tidaklah setara dalam tabiat manusia.
Olseh sebab itulah, menganalogikan salah satu perkara tadi kepada perkara selainnya merupakan qiyas yang paling rusak menurut syariat Islam.
`
(ACF)