Menyoal Nazar, Macam-macam dan Bagaimana Hukumnya dalam Islam
Oase.id - Dalam kehidupan sehari-hari pastinya kita sering menjumpai orang yang mengucapkan nazar atau berjanji tentang suatu hal. Terkadang kita sering kali tidak mengindahkan sebuah bentuk nazar yang telah diucapkan dan bagaimana hukumnya dalam Islam.
Bernazar berarti mewajibkan diri sendiri untuk melaksanakan perkara tertentu yang sebenarnya tidak wajib, dan nazar seseorang dianggap berlaku atau sah jika diucapkan dengan lisan. Contoh kalimat nazar yang biasa kita dengar seperti berikut, “Jika hari ini dinyatakan lulus seleksi A, saya bernazar akan berpuasa selama satu bulan.”
Banyak ulama yang melarang seorang muslim untuk bernazar, hal ini berpacu kepada beberapa hadis sebagai berikut:
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
نَهَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – عَنِ النَّذْرِ قَالَ « إِنَّهُ لاَ يَرُدُّ شَيْئًا ، وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk bernazar, beliau bersabda: ‘Nazar sama sekali tidak bisa menolak sesuatu. Nazar hanyalah dikeluarkan dari orang yang bakhil (pelit)’.” (HR. Bukhari no. 6693)
Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ النَّذْرَ لاَ يُقَرِّبُ مِنِ ابْنِ آدَمَ شَيْئًا لَمْ يَكُنِ اللَّهُ قَدَّرَهُ لَهُ وَلَكِنِ النَّذْرُ يُوَافِقُ الْقَدَرَ فَيُخْرَجُ بِذَلِكَ مِنَ الْبَخِيلِ مَا لَمْ يَكُنِ الْبَخِيلُ يُرِيدُ أَنْ يُخْرِجَ
“Sungguh nazar tidaklah membuat dekat pada seseorang apa yang tidak Allah takdirkan. Hasil nazar itulah yang Allah takdirkan. Nazar hanyalah dikeluarkan oleh orang yang pelit. Orang yang bernazar tersebut mengeluarkan harta yang sebenarnya tidak diinginkan untuk dikeluarkan.” (Muslim no. 1640)
Namun, jika seseorang telah terlanjur mengucapkan nazarnya dengan lisan maka wajib hukumnya untuk menunaikan atau menyelesaikan nazar tersebut. sebagaimana dalam firman-Nya,
ثُمَّ لۡيَـقۡضُوۡا تَفَثَهُمۡ وَلۡيُوۡفُوۡا نُذُوۡرَهُمۡ وَلۡيَطَّوَّفُوۡا بِالۡبَيۡتِ الۡعَتِيۡقِ
“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka, menyempurnakan nazar-nazar mereka dan melakukan thawaf sekeliling rumah tua (Baitullah).” (QS. Al-Hajj : 29)
Dalam sebuah hadis dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ
“Barangsiapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut. Barangsiapa yang bernazar untuk bermaksiat pada Allah, maka janganlah memaksiati-Nya.” (HR. Bukhari no. 6696)
Dalam sebuah hadis menyebutkan bahwa ada 2 macam nazar, yaitu:
- Nazar taat
- Nazar maksiat
“Nazar itu ada dua macam. Jika nazarnya adalah nazar taat, maka wajib ditunaikan. Jika nazarnya adalah nazar maksiat -karena syaitan-, maka tidak boleh ditunaikan dan sebagai gantinya adalah menunaikan kafarah sumpah.” (HR. Ibnu Jarud)
Lalu bagaimana jika seseorang tidak mampu melaksanakan kewajiban menyelesaikan nazar taat, maka nazar tersebut tidak wajib ditunaikan. Namun, diganti dengan menunaikan kafarat sumpah, sebagaimana dalam surat Al-Maidah, ayat 89. Kafarat adalah denda yang wajib dibayar seseorang karena melanggar beberapa larangan Allah.
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللّٰهُ بِاللَّغۡوِ فِىۡۤ اَيۡمَانِكُمۡ وَلٰـكِنۡ يُّؤَاخِذُكُمۡ بِمَا عَقَّدْتُّمُ الۡاَيۡمَانَ ۚ فَكَفَّارَتُهٗۤ اِطۡعَامُ عَشَرَةِ مَسٰكِيۡنَ مِنۡ اَوۡسَطِ مَا تُطۡعِمُوۡنَ اَهۡلِيۡكُمۡ اَوۡ كِسۡوَتُهُمۡ اَوۡ تَحۡرِيۡرُ رَقَبَةٍ ؕ فَمَنۡ لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ ؕ ذٰ لِكَ كَفَّارَةُ اَيۡمَانِكُمۡ اِذَا حَلَفۡتُمۡ ؕ وَاحۡفَظُوۡۤا اَيۡمَانَكُمۡ ؕ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَـكُمۡ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُوۡنَ
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Barangsiapa tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasalah tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah. Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan hukum-hukum-Nya kepadamu agar kamu bersyukur (kepada-Nya).”
(ACF)