Tidak Ada Kamusnya Putus Asa Dalam Islam
Oase.id - Ampunan Allah maha luas. Begitu juga pertolongannya. Seorang Muslim wajib terus memelihara harapan yang baik akan kehidupan dan masa depannya. Berputus asa adalah, sikap yang harus dijauhi.
Seberat apa pun masalahnya, dan kesulitan yang dihadapi. Harapan itu harus tetap dinyalakan. Seberapa besar pun dosa seseorang, dan hitamnya masa lalu yang ia lalui, tidak boleh membiarkan perasaan putus asa dari ampunan dan rahmat Allah menguasai dirinya.
Berikut adalah Hadits Qudsi (narasi suci) yang memberikan harapan tanpa batas bagi orang-orang beriman, dan menggambarkan betapa besarnya Pengampunan dan Rahmat Allah SWT.
Anas radhiyallahu 'anhu meriwayatkan: 'Aku mendengar Rasulullah Shallallahu `alayhi wa sallam (semoga Allah meninggikan penyebutannya) mengatakan': Allah subhanahu wa ta'ala bersabda: “Wahai anak Adam, selama kamu berseru kepada-Ku dan mintalah kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni kamu atas perbuatanmu, dan Aku tidak akan keberatan. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu sampai setinggi awan di langit, dan seandainya kamu kemudian memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni kamu. Wahai anak Adam, seandainya kamu datang kepada-Ku dengan dosa yang hampir sebesar bumi, lalu kamu menghadap-Ku tanpa mempersekutukan-Ku, niscaya Aku akan memberikan kepadamu ampunan yang sebesar itu.” (Imam At-Tirmithi)
Dalam Hadits Qudsi ini, Allah subhanahu wa ta'ala memberikan harapan kepada umat manusia lebih dari riwayat lainnya. Ini menampilkan kualitas dan sifat rahmat Allah subhanahu wa ta'ala. Sesungguhnya Dialah Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih), dan Ar-Rahim (Yang Maha Penyayang). Dalam Hadits Qudsi ini, Allah Ta’ala memberitahukan kepada manusia betapa besarnya Pengampunan dan Rahmat-Nya agar tidak ada seorang pun yang berputus asa karena banyaknya dosa yang dilakukannya.
Hal ini didukung oleh ayat Al-Qur'an berikut ini:
{Katakanlah, “Wahai hamba-Ku yang berbuat maksiat terhadap dirinya sendiri [dengan berbuat dosa], janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”} [Quran 39:53]
Hadits ini mengajarkan kita pentingnya menyadari rahmat Allah, beriman dan berharap kepada-Nya terutama ketika berdoa, memohon ampun hanya kepada Allah, dan pentingnya taubat dalam kehidupan dan keimanan seorang mukmin.
Allah menarik perhatian umat manusia dengan berseru: Wahai anak Adam! Ini adalah panggilan bagi setiap umat manusia. Mengapa Allah tidak bersabda, 'Wahai manusia atau wahai manusia'?
Makna seruan khusus ini adalah karena yang pertama kali melakukan dosa Adam adalah manusia pertama. Adam semoga Allah menyebutkannya sebagai teladan bagi seluruh manusia tentang akibat dosa dan bagaimana memohon ampun kepada Allah SWT atas dosa-dosanya. Hal ini memberikan harapan bahwa meskipun melakukan suatu pelanggaran, dosa seseorang dapat diampuni apabila ia bertaubat kepada Allah dengan ikhlas sebagaimana bapak manusia berbuat dosa, bertaubat, dan diampuni oleh Allah. Hal ini jelas disebutkan dalam Al-Quran. Allah Berfirman: {Kemudian Adam menerima dari Tuhannya [beberapa] kata-kata, dan Dia menerima taubatnya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang} [Quran 2:37]
Allah menyeru kepada hamba-Nya, seruan ampunan, rahmat, dan kasih sayang, karena Dia Mengetahui bahwa manusia diciptakan dalam keadaan lemah dan rawan terjerumus ke dalam dosa. Setelah berseru kepada umat manusia, Allah memberitahukan mereka bahwa selama mereka berseru kepada-Nya dan berharap kepada-Nya, Dia akan mengampuni mereka dan tidak keberatan.
Pernyataan ini saja dapat meyakinkan seseorang untuk mempunyai harapan dan tidak pernah putus asa. Ketika seseorang berseru kepada Allah atau berdoa kepada-Nya, ia menunjukkan kebutuhan dan ketergantungannya kepada Allah.
Dia menunjukkan kelemahannya pada kenyataan bahwa dia tidak memiliki kekuatan untuk melakukan apa pun untuk dirinya sendiri. Inilah inti dari ketundukan dan pengabdian. Ini juga merupakan pengakuan atas sifat-sifat Allah yang Kebaikan, Kemurahan Hati, Sifat Pengampun dan Penyayang, serta Kekuasaan dan Pengetahuan-Nya yang tidak terbatas. Manusia tidak pernah berada dalam keadaan tidak membutuhkan Allah. Seorang mukmin selalu berpaling kepada-Nya untuk meminta petunjuk serta memohon ampun atas dosa dan kekurangannya.
Salah satu syarat yang paling penting dalam berdoa adalah seseorang harus percaya sepenuhnya bahwa Allah akan mengabulkannya. Seseorang juga harus berdoa dengan ketulusan, harapan, dan keseriusan.
Seseorang tidak boleh ragu sama sekali apakah Allah akan mengabulkan panggilannya atau apakah Dia akan mengabulkan permohonannya. Rasulullah, sallallahu alaiyhi wa sallam, meminta kita untuk berdoa kepada Allah dengan yakin akan jawabannya. Kita juga harus tahu bahwa Allah tidak mengabulkan permohonan hati yang lalai dan lalai.
Nabi Shallallahu `alayhi wa sallam juga melarang seseorang mengatakan: ‘Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau menghendakinya’. Sebaliknya, Rasulullah Shallallahu `alayhi wa sallam meminta kita untuk berdoa dengan kemauan dan keyakinan, karena tidak ada sesuatu pun di sisi Allah yang begitu besar sehingga Dia tidak dapat mengabulkannya. Allah SWT berfirman: {Dan kepunyaan Allah lah penyimpan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik tidak memahaminya} [Quran 63:7](islamweb)
(ACF)