Kenapa Anda Harus Mengenalkan Puasa Sejak Kecil?
Oase.id - Diperkirakan 49 hari lagi Bulan Ramadhan tahun ini tiba. Itu lah masa yang ditunggu-tunggu kaum muslim, karena bulan ini memiliki keistimewaan.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Telah datang bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, maka Allah mewajibkan kalian untuk berpuasa pada bulan itu. Saat itu pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, para setan diikat dan pada bulan itu pula terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan (HR Ahmad).
Amalan wajib yang dilakukan di bulan Ramadhan adalah berpuasa. Ibadah ini memiliki tantangan tersendiri dibanding ibadah lain, karena cukup menguji kesabaran kita terutama dalam 'menderita' dari tidak makan dan minum. Sebab itu, perlu dilatih sejak dini. Sejumlah orang yang kesulitan melakukan puasa, setelah ditelusuri rupanya karena tidak membiasakan diri sejak kecil untuk beribadah di bulan Ramadan, terutama berpuasa. Sehingga saat dewasa, ibadah puasa teramat berat dilakukan, dan akhirnya menyerah.
Sekali lagi, amalan dan semangat berpuasa hendaknya ditanamkan pada diri anak-anak agar menjadi alami dan mudah bagi mereka saat memasuki usia dewasa.
Jangan biarkan anak di 'pinggir lapangan'
Bulan Ramadhan adalah saat yang penuh kegembiraan, sosialisasi, dan pengabdian. Saat kita menjaga bagian spiritual dan sosial diri kita selama bulan istimewa ini, penting untuk diingat untuk juga memfokuskan waktu pada anak-anak kita. Mereka tidak boleh hanya berada di pinggir lapangan, menyaksikan semua peristiwa berlalu; mereka seharusnya menjadi pemain aktif dan sentral dalam segala hal yang terjadi, dan memanfaatkan waktu yang diberkati ini.
Sebagaimana kewajiban orang tua Muslim untuk mengajari anak-anaknya cara menunaikan shalat, mereka juga diharapkan untuk melatih anak-anak mereka tentang pentingnya, aturan dan adab berpuasa. Hal ini merupakan bagian dari keseluruhan pendidikan yang harus diperoleh anak sejak usia dini. Puasa adalah salah satu rukun Islam, dan oleh karena itu, merupakan landasan bagi semua ilmu lainnya. Oleh karena itu, amalan dan semangat berpuasa hendaknya ditanamkan pada diri anak-anak agar menjadi wajar dan mudah dilakukan saat mereka beranjak dewasa.
Daripada menyajikan daftar saran, ada baiknya kita meninjau dua skenario anak-anak yang sangat berbeda selama bulan Ramadhan. Saat Anda membacanya, pikirkan skenario mana yang Anda sukai untuk anak Anda, dan juga untuk diri Anda sendiri.
Kisah Mustafa
Mustafa adalah seorang anak laki-laki Muslim berusia 11 tahun yang suka bermain seperti anak-anak lainnya. Selama Ramadhan, ia menikmati waktu bersosialisasi dengan sepupu, teman, dan tetangga. Dia terutama menyukai kenyataan bahwa dia bisa tetap terjaga lebih lama dari biasanya untuk menikmati tamu dan makanan. Dia tidak sabar menunggu perayaan Idul Fitri karena banyaknya hadiah dan kesenangan luar biasa yang akan dia dapatkan. Sayangnya, Mustafa belum benar-benar terjun ke dalam "puasa", begitulah sebutannya. Ia merasa hal itu terlalu sulit baginya dan akan mempengaruhi studinya.
Banyak temannya yang tidak berpuasa; jadi, menurutnya dia juga tidak perlu melakukan hal itu. Bahkan ada anggota rumah tangganya yang sudah dewasa yang tidak berpuasa. Pamannya adalah satu-satunya anggota keluarga yang pergi ke Masjid untuk Tarawih (sholat malam), namun Mustafa menolak pergi bersamanya karena menurutnya masjid itu terlalu ramai. Orang tuanya tidak pernah menganjurkan dia untuk berpuasa atau ikut serta dalam doa khusus ini. Mereka tidak ingin menjadikan hal ini sebagai kesulitan bagi anak-anak mereka. Mereka membaca Al-Quran, tapi itu bukan bagian integral dari hari itu. Mereka fokus pada aspek-aspek “menyenangkan” di bulan Ramadhan dibandingkan aspek spiritual.
Saat Mustafa mencapai pubertas, kemungkinan besar dia tidak akan berpuasa di bulan Ramadhan seperti yang diwajibkan dalam agama Islam. Dia akan kehilangan kesempatan istimewa untuk membangun hubungan yang kuat dengan Allah, Penciptanya. Keindahan dan kedamaian Ramadhan tidak akan pernah bisa dilampaui, bahkan dengan “kegembiraan” yang begitu dinikmati Mustafa. Kabar yang lebih menyedihkan lagi, hal ini menempatkan Mustafa dan orang tuanya dalam posisi yang sangat genting karena Allah akan menghakimi mereka atas pilihan yang telah mereka ambil.
Kisah Ahmad
Ahmad sama bersemangatnya menyambut Ramadhan seperti Mustafa, namun karena alasan yang berbeda. Tentu saja, dia menikmati kesenangan dan kemeriahan bulan ini, tetapi aspek spiritual jauh lebih penting baginya. Ahmad telah berpuasa sejak ia berumur 5 tahun. Dia memulainya dengan setengah hari dan pada usia 7 tahun dia berpuasa sehari penuh. Dia berusia 12 tahun sekarang dan terus berpuasa sebulan penuh. Dia juga menghadiri Masjid setiap malam bersama ayahnya untuk salat Tarawih.
Setelah menyelesaikan shalat Tarawih, ia menghabiskan waktu bersama teman-temannya di Masjid. Dia sangat antusias dengan kompetisi Quran yang diadakan Masjid tahun ini dan sibuk mempelajari Surat Ya-Seen [Quran 36] untuk kontes tersebut. Impiannya adalah meraih juara pertama agar ibu dan ayahnya merasa bangga padanya. Ahmad tidak menganggap puasa atau salat di bulan Ramadhan sebagai tantangan. Orang tuanya telah mengajarinya sejak kecil tentang pentingnya shalat dan puasa, dan mereka selalu menjadi panutan yang baik baginya.
Lebih penting lagi, mereka telah mengajarinya tentang kewajibannya terhadap Allah, Penciptanya, dan pahala yang menanti mereka yang memenuhi kewajiban ini. Ahmad mencintai Allah dan mempunyai keinginan yang kuat untuk dekat dengan-Nya. Ramadhan, bulan puasa, memberinya kesempatan khusus untuk memperkuat ikatan ini. Manisnya iman yang ia alami selama ini merupakan hal yang dinantikannya sepanjang tahun. Besar kemungkinan Ahmad akan meneruskan keimanan dan amalannya hingga dewasa dan, ‘In Syaa’ Allah’ (Insya Allah) ia akan menerima pahala yang setimpal dari Allah di akhirat dan juga di dunia. Orang tuanya merasa senang melihat anaknya tumbuh menjadi hamba Allah yang taat dan ‘In Syaa’ Allah’ mereka juga akan mendapat pahala dari Allah.
Setelah membaca dua skenario yang sangat berbeda ini, pertanyaannya adalah, manakah yang Anda cita-citakan untuk anak Anda sendiri?
Penting untuk diingat bahwa jalan menuju Surga mungkin sulit, namun akhir dari jalan ini penuh dengan harta karun yang tak terbayangkan. Allah akan membimbing kita di jalan itu dan memudahkan kita. Sebagai orang tua, sudah menjadi kewajiban kita untuk menunjukkan kepada anak arah jalan tersebut; dan bulan Ramadhan yang penuh berkah adalah waktu yang spesial dan unik untuk melakukan hal tersebut. Kita perlu menjadi teladan yang baik bagi anak-anak kita dan mendorong mereka untuk memenuhi tanggung jawab mereka terhadap Allah. Kita perlu memuji mereka atas keberhasilan mereka dan mengingatkan mereka akan keridhaan Allah. Perlu kita tekankan bahwa mengingat dan bertakwa kepada Allah lebih ajaib dari apapun yang ada di muka bumi ini.
Ramadhan merupakan anugerah dari Allah yang memperbolehkan kita melakukan semua itu, oleh karena itu kita harus memanfaatkan kesempatan yang penuh berkah ini. Melakukan hal ini akan mengajarkan anak-anak kita – seperti halnya orang tua Ahmad – pentingnya kerendahan hati, kewajiban dan upaya untuk mencapai tujuan akhir kita, Surga.
Jika kita gagal mengajarkan pelajaran berharga ini kepada anak-anak kita melalui tindakan dan instruksi kita sendiri, lalu pesan penting apa yang kita sampaikan kepada mereka sebagai orang tua?(islamweb)
(ACF)