Dari Kabilah Perampok Jadi Sahabat Zuhud: Kisah Abu Dzar al-Ghifari
Oase.id - Abu Dzar al-Ghifari, salah satu sahabat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, berasal dari suku Ghifar — kabilah yang dikenal gemar merampok kafilah dagang di sekitar jalur Makkah. Hidup di lingkungan keras dan tandus, masyarakat Ghifar terbiasa menghadapi kelaparan dan peperangan. Dari latar inilah lahir sosok Jundab bin Junadah al-Ghifari, yang kelak dikenal sebagai Abu Dzar, sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang terkenal karena kesederhanaannya.
Sebelum memeluk Islam, Abu Dzar dikenal dengan sifat keras dan gemar merampas harta kafilah. Namun, hidupnya berubah total setelah ia mendengar kabar tentang kerasulan Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Ia pun berangkat ke Makkah untuk mencari kebenaran ajaran baru itu, hingga akhirnya bersyahadat di hadapan Rasulullah.
Sejak saat itu, Abu Dzar menjadi salah satu sahabat yang paling jujur, berani, dan setia mendampingi Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Ia dikenal tidak gentar menyampaikan kebenaran, bahkan pernah berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, aku akan melafalkan kalimat tauhid ini di tengah orang-orang yang menentangnya!”
Menjauhi Dunia dan Hidup Zuhud
Dalam buku The Great Sahaba karya Rizem Aizid disebutkan, Abu Dzar menolak kehidupan mewah dan memilih jalan zuhud. Setelah Rasulullah wafat, ia sempat tinggal di Damaskus dan menyaksikan umat Islam mulai tenggelam dalam gemerlap dunia.
Melihat hal itu, ia gelisah dan memutuskan kembali ke Madinah atas panggilan Khalifah Utsman bin Affan.
Namun, kondisi di Madinah pun tak jauh berbeda. Banyak orang mulai terlena dengan harta. Karena tidak betah, Abu Dzar memilih tinggal di Rabadzah — sebuah desa kecil di pinggiran Madinah — untuk hidup sederhana dan mendekatkan diri kepada Allah.
Kisah kesederhanaannya dikenal luas. Suatu ketika, seorang tamu heran melihat rumah Abu Dzar yang hampir kosong tanpa perabotan. Saat ditanya, ia menjawab tenang, “Kita punya rumah di kampung akhirat. Perabot terbaik sudah saya kirimkan ke sana.”
Simbol Kesederhanaan Sepanjang Hayat
Abu Dzar menolak menerima harta berlebih, bahkan mengembalikan uang bantuan dari Gubernur Syam sambil berkata, “Apakah tidak ada orang yang lebih miskin dari saya?”
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, “Abu Dzar akan tetap sama sepanjang hidupnya,” yang menandakan bahwa ia akan terus hidup sederhana dan berpegang teguh pada ajaran Islam sampai akhir hayatnya.
Dari seorang perampok di padang tandus menjadi teladan kesederhanaan di tengah umat Islam, perjalanan hidup Abu Dzar al-Ghifari menjadi bukti bahwa hidayah mampu mengubah siapa pun — dari gelapnya masa lalu menuju cahaya ketaatan.
(ACF)