Ustadz Yazid Abdul Qadir Jawas: Perbedaan Pendemo dan Pemberontak dalam Islam

N Zaid - Hukum Islam 03/09/2025
Foto: Metrotvnews.com
Foto: Metrotvnews.com

Oase.id - Dalam sebuah kajian, Ustadz Yazid Abdul Qadir Jawas Hafizhahullah menjelaskan perbedaan antara pendemo dan pemberontak dalam perspektif syariat Islam. Menurut beliau, apa yang dibolehkan dalam sistem demokrasi tidak serta-merta dibenarkan dalam syariat.

“Di dalam sistem demokrasi, orang dibolehkan melakukan demonstrasi. Ada aturan dan undang-undangnya. Bahkan, ada penguasa yang berkata: ‘Minta didemo. Kalau tidak didemo, saya tidak tahu di mana letak kesalahan saya.’” jelasnya.

Namun, beliau menegaskan, jika pemerintah mengizinkan demonstrasi lalu setelah itu demonstran dibunuh, maka hal itu termasuk perbuatan zalim. “Padahal undang-undang sendiri mengatur bahwa demonstrasi diperbolehkan dan tidak boleh dibalas dengan pembunuhan,” tegas Ustadz Yazid.

Berbeda halnya dengan syariat Islam. Menurut beliau, dalam Islam demonstrasi tidak dibenarkan, baik disebut “demo damai” maupun bentuk lainnya.

Pertanyaan Jamaah: Status Darah Muslim yang Terbunuh

Dalam sesi tanya jawab, seorang jamaah mengajukan pertanyaan:

“Assalamualaikum warahmatullah. Jika ada seorang muslim yang melakukan kekacauan, melawan atau memberontak dalam suatu negeri Islam, kemudian ia terbunuh oleh aparat keamanan, apakah hal ini termasuk dalam hadis tentang haramnya darah seorang muslim? Mohon nasihat dan penjelasan dari Ustaz. Jazakallahu khairan.”

Menanggapi pertanyaan itu, Ustadz Yazid mengutip firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 32–33.

“Allah menegaskan bahwa siapa saja yang membunuh satu jiwa tanpa alasan yang benar—bukan karena qisas atau karena orang itu membuat kerusakan di muka bumi—maka seakan-akan ia telah membunuh seluruh manusia. Sebaliknya, siapa saja yang menyelamatkan satu jiwa, maka seolah ia menyelamatkan seluruh manusia,” terangnya.

Dari ayat ini, beliau menjelaskan bahwa seseorang boleh dibunuh hanya dalam kondisi tertentu, yaitu:

  1. Qisas, apabila ia sebelumnya membunuh orang lain.

  2. Membuat kerusakan besar (fasad) di muka bumi, seperti memberontak pada penguasa atau melakukan teror.

“Yang boleh diperangi dan dibunuh adalah pemberontak yang benar-benar mengangkat senjata, bukan sekadar orang yang berdemo. Jadi harus dibedakan: pendemo tidak sama dengan pemberontak bersenjata,” tegas beliau.

Dampak Sosial dari Pembunuhan Pendemo

Meski dalam syariat Islam demonstrasi tidak dibolehkan, Ustadz Yazid mengingatkan bahwa membunuh pendemo juga tidak diperbolehkan. Apalagi dalam konteks demokrasi di Indonesia, demonstrasi diatur oleh undang-undang.

“Kalau memang ada yang merusak atau melanggar aturan, seharusnya ditangkap, diadili, lalu diberi hukuman sesuai undang-undang. Bukan langsung dibunuh,” ujarnya.

Beliau menambahkan bahwa membunuh seorang muslim secara zalim menimbulkan kerusakan yang jauh lebih besar.
“Anaknya jadi yatim, istrinya jadi janda, orang tuanya kehilangan anak, saudaranya kehilangan saudara. Bahkan mata pencaharian keluarganya bisa hilang karena yang menafkahi sudah tiada,” jelasnya.

Larangan Demo dalam Syariat dan Cara Menasihati Penguasa

Lebih lanjut, Ustadz Yazid mengingatkan bahwa para ulama telah menjelaskan larangan demonstrasi karena tidak membawa manfaat dan justru menimbulkan kerusakan.

“Jika ingin menasihati penguasa, maka caranya sesuai syariat: datangi langsung dengan cara baik, bukan lewat demo atau caci maki di depan umum,” ujarnya.

Beliau mencontohkan kisah Nabi Musa dan Nabi Harun yang diperintahkan Allah untuk mendatangi Fir’aun, penguasa paling zalim yang bahkan mengaku sebagai tuhan.

“Allah menyuruh Nabi Musa dan Nabi Harun berkata dengan lemah lembut, agar Fir’aun sadar atau takut kepada Allah. Artinya, menasihati penguasa dalam Islam harus dilakukan dengan cara yang baik, bukan kasar, bukan dengan mencela atau membuka aibnya di depan umum,” tuturnya.

Kesimpulannya

Ustadz Yazid menegaskan bahwa dalam syariat Islam, demonstrasi tidak dibenarkan. Sementara itu, membunuh pendemo tanpa proses hukum adalah bentuk kezaliman yang dilarang. Islam menekankan pentingnya menjaga darah seorang muslim, serta menasihati penguasa dengan cara yang sesuai tuntunan Al-Qur’an dan sunnah.

“Jangan mudah menumpahkan darah seorang muslim. Jika ingin menasihati penguasa, lakukan dengan cara yang baik sebagaimana diajarkan dalam Islam,” pungkasnya.

 


(ACF)
TAGs:
Posted by Achmad Firdaus