Menyusuri Bukhara: Kubah Islam di Jalur Sutra yang Tak Pernah Padam

N Zaid - Travel 03/10/2025
Foto: Dailysabah
Foto: Dailysabah

Oase.id - Perjalanan dari Khiva menuju Bukhara membawa kita melintasi Sungai Amu Darya—sungai legendaris yang dulu dikenal sebagai Oxus. Dari sinilah terbentang Transoxiana, tanah bersejarah tempat dua kota besar Uzbekistan, Samarkand dan Bukhara, tumbuh menjadi pusat peradaban Islam.

Di jantung kawasan ini berdiri Bukhara, kota yang kerap dijuluki Kubah Islam. Selama berabad-abad, kota ini menjadi pusat keilmuan, spiritualitas, dan tradisi Sufi. Madrasah, masjid, serta pasar-pasarnya seakan merekam kembali masa kejayaan Jalur Sutra ketika Bukhara menjadi simpul perdagangan, ilmu pengetahuan, dan budaya.

Jejak Spiritualitas: Tujuh Pir Bukhara

Bukhara tak bisa dilepaskan dari ajaran tarekat Naqsybandi. Di kota inilah makam tujuh tokoh besar sufi—dikenal sebagai Tujuh Pir—menjadi tujuan ziarah spiritual. Mulai dari Bahauddin Naqsyband hingga Seyyid Emir Kilal, setiap makam bukan hanya situs sejarah, tetapi juga ruang refleksi batin. Berjalan di lorong-lorong Bukhara, seakan kita diajak menelusuri gema masa lalu yang sarat makna.

Pasar, Aroma, dan Cita Rasa

Bukhara juga hidup dalam warna kehidupan sehari-hari. Saat fajar, pasar-pasar dipenuhi aroma roti tandir yang baru matang, rempah-rempah khas Asia Tengah, serta kain bordir yang berkilauan diterpa cahaya pagi.

Jangan lewatkan kuliner khasnya: plov Bukhara dengan daging domba dan wortel manis, atau samsa yang dipanggang renyah di oven tanah liat. Teh hijau yang selalu hadir di meja makan adalah lambang keramahtamahan lokal—disajikan dengan anggur hitam manis sebagai teman bercakap.

Kerajinan Bukhara pun masih lestari. Pisau Damaskus, gunting berbentuk bangau, hingga sulaman halus menjadi buah tangan favorit wisatawan.

Kota di Mana Batu Berbicara

Bukhara dikenal sebagai kota yang bercerita lewat bangunannya. Benteng Bahtera yang berdiri sejak abad ke-6, Masjid Bolo Hauz dengan pantulan empat puluh tiangnya, hingga Menara Po-i-Kalyan setinggi 46 meter yang dulu menjadi mercusuar kafilah Jalur Sutra—semua menyimpan kisah berlapis.

Kompleks Masjid Kalyan dan Madrasah Mir Arab menegaskan identitas keagamaan Bukhara yang masih terjaga. Sementara itu, Makam Ismail Samani menjadi salah satu monumen arsitektur Islam paling elegan, dengan susunan bata geometris yang memukau.

Kehidupan Sosial di Lyabi-Hauz

Alun-alun Lyabi-Hauz adalah pusat kehidupan kota sejak abad ke-17. Di sini, kedai teh, pepohonan rindang, dan madrasah tua menjadi tempat wisatawan dan warga setempat bertemu. Dari pagi hingga malam, Lyabi-Hauz tak pernah sepi—suara tawa, musik, dan aroma makanan selalu mengisi udara.

Bukhara: Warisan Jalur Sutra

Kisah Bukhara bukan hanya tentang kemegahan, tetapi juga tragedi. Legenda menyebut perpustakaan besar kota ini pernah dibakar hingga langit menyala selama berhari-hari. Namun, Bukhara tetap bertahan.

Hari ini, kota yang masuk daftar Warisan Dunia UNESCO itu menjadi simbol toleransi, di mana Muslim, Yahudi, hingga komunitas Rusia pernah hidup berdampingan. Sebagai persimpangan budaya Jalur Sutra, Bukhara menghadirkan pengalaman perjalanan yang menyatukan sejarah, spiritualitas, dan kehidupan lokal yang hangat.


(ACF)
TAGs:
Posted by Achmad Firdaus