Kemenag Luncurkan Program Masjid Berdaya dan Berdampak untuk Pemberdayaan Umat

Oase.id - Kementerian Agama (Kemenag) tengah menguatkan peran masjid agar tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pemberdayaan masyarakat. Upaya tersebut dilakukan melalui Program Masjid Berdaya dan Berdampak (Madada) dengan berbagai agenda strategis.
Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah, Arsad Hidayat, menegaskan bahwa masjid perlu dikelola dengan melibatkan banyak pihak agar manfaatnya terasa luas. “Masjid harus menjadi pusat aktivitas keagamaan sekaligus memberi dampak nyata bagi masyarakat,” ujarnya saat Focus Group Discussion (FGD) Kemasjidan di Jakarta, Rabu (1/10/2025).
Program Strategis Masjid Berdaya
Arsad menjelaskan, sejumlah program sudah dipersiapkan, antara lain pembinaan dan standardisasi SDM takmir, penyediaan fasilitas ramah difabel, pemberdayaan UMKM di sekitar masjid, serta penguatan literasi keagamaan bagi generasi muda. Ia juga menekankan pentingnya pendataan masjid secara menyeluruh untuk memperkuat arah program kemasjidan.
Senada dengan itu, Kasubdit Kemasjidan Nurul Badruttamam menilai kapasitas manajerial takmir perlu diperkuat agar lebih profesional. Dengan begitu, potensi masjid bisa dioptimalkan, termasuk dalam aspek pemberdayaan sosial dan ekonomi umat.
Nurul juga memaparkan beberapa fokus pengembangan lainnya, seperti manajemen tata kelola, regenerasi remaja masjid, digitalisasi, hingga pemberdayaan ekonomi. Menurutnya, percepatan program akan ditempuh melalui penyusunan blueprint pengembangan masjid, pemutakhiran profil, pengenalan Mars Masjid, penetapan ikon kemasjidan, produksi film dokumenter sejarah masjid, serta pemetaan penerima bantuan agar lebih tepat sasaran.
“Langkah-langkah ini kami susun sebagai bagian dari upaya menghadirkan masjid yang lebih inklusif, profesional, dan berdaya. Dengan perencanaan yang jelas dan dukungan berbagai pihak, kami optimis masjid dapat tampil kembali sebagai pusat ibadah sekaligus pusat peradaban umat Islam,” tegas Nurul.
Pentingnya Literasi dan Budaya Berbasis Masjid
Ketua LTN PBNU, Hamzah Sahal, turut menyoroti pentingnya penguatan budaya dan literasi berbasis masjid. “Kami mendorong penerbitan kembali buku-buku sejarah kemasjidan, produksi dokumenter, peninjauan kembali status hukum tanah wakaf masjid, pengadaan sumur-sumur masjid, hingga kampanye literasi berbasis digital. Masjid perlu dilihat bukan hanya sebagai ruang sakral, tetapi juga sebagai ruang hidup yang dinamis dan komunikatif,” ujarnya.
Kolaborasi untuk Masjid yang Inklusif
Forum tersebut menyepakati bahwa masjid harus bergerak lebih jauh dari sekadar rumah ibadah. Dengan kolaborasi antara pemerintah, organisasi keagamaan, akademisi, dan masyarakat, masjid diyakini bisa kembali hadir sebagai pusat spiritual, pendidikan, sosial, ekonomi, sekaligus budaya yang inklusif dan berdampak nyata bagi umat.(kmg)
(ACF)