Hukum Membunuh Kucing dalam Islam

Octri Amelia Suryani - Hukum Islam 28/09/2022
Hukum membunuh Kucing (Gambar oleh Alexa dari Pixabay)
Hukum membunuh Kucing (Gambar oleh Alexa dari Pixabay)

Oase.id - Beberapa waktu lalu, media dihebohkan oleh aksi seorang pria yang sengaja memutilasi seeokor kucing dan memakan dagingnya. Bahkan juga diketahui bahwa kucing tersebut dalam keadaan hamil. Bagaimana islam melihat fenomena tersebut?

Rasulullah ﷺ bersabda: 

إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ، إِنَّمَا هِيَ مِنَ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ وَالطَّوَّافَاتِ    

Artinya: “Kucing itu bukan hewan najis. Dia sebagai hewan yang sering berputar-putar pada kalian.” (HR. At-Tirmidzi)

Menurut Imam Ibnu Hajar al-Haitami, memuliakan kucing hukumnya sunnah. Pemilik kucing harus memberi makan padanya jika kucing tersebut tidak bisa mencari makan sendiri.

    وَيُسْتَحَبُّ إكْرَامُهُ وَيَجِبُ عَلَى مَالِكِهِ إطْعَامُهُ إنْ لَمْ يَسْتَغْنِ بِخَشَاشِ الْأَرْضِ 

Artinya: “Disunnahkan memuliakan kucing. Bagi pemilik kucing, wajib memberikan makan kepadanya jika kucing tersebut tidak bisa mencari makan sendiri.(Ibnu Hajar al-Haitami, Al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra)

Rasulullah ﷺ pernah bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar:
 
عُذِّبَتِ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ حَبَسَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ جُوعًا، فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ، قَالَ: فَقَالَ: وَاللَّهُ أَعْلَمُ: لاَ أَنْتِ أَطْعَمْتِهَا وَلاَ سَقَيْتِهَا حِينَ حَبَسْتِيهَا، وَلاَ أَنْتِ أَرْسَلْتِهَا، فَأَكَلَتْ مِنْ خَشَاشِ الأَرْضِ   

Artinya: “Ada seorang wanita disiksa karena masalah kucing yang ia kurung sampai mati kelaparan, sehingga menjadikan wanita tersebut masuk neraka. Kepada wanita itu, dikatakan ‘Kamu tidak memberinya makan, kamu juga tidak memberinya minum saat kau kurung dia, tidak pula kamu lepaskan sehingga dia bisa makan serangga’.” (Muttafaq alaih)

Dalam riwayat tersebut seseorang akan mendapat siksa di neraka jika mengabaikan kucing, sehingga membuat kucing tersebut kelaparan dan mati.

Nama kucing juga disematkan oleh Rasulullah ﷺ pada seorang periwayat hadis yaitu Abu Hurairah. Semula pemilik nama Abu Hurairah adalah Abdusy Syams. Setelah ia mengenal Rasulullah ﷺ namanya diganti menjadi Abdurrahman. Tetapi dikemudian hari Rasul melihat Abdurrahman merawat dan bermain-main bersama kucing kecil yang ia pungut. Sejak itu Nabi ﷺ memberinya julukan Abu Hurairah yang berarti “ayah kucing kecil”. 

Dari beberapa riwayat di atas terlihat sekali bahwa Islam sangat memuliakan kucing. Lantas bagaimana dengan kejadian membunuh kucing dengan sengaja bahkan kucing tersebut dalam keadaan hamil?
Ada perbedaan pendapat pada beberapa ulama terkait hukum membunuh kucing.

Menurut pendapat yang mu'tamad (pendapat kuat yang dibuat pegangan) membunuh kucing hukumnya haram, meskipun tingkah laku kucing tersebut sudah “meresahkan”. Sedangkan menurut Al- Qadli Husain, jika kucingnya sudah “meresahkan” boleh dibunuh. Dalam hal ini, kucing disamakan dengan hewan-hewan fasiq mereka bebas dibunuh, yakni anjing galak, tikus, kalajengking, burung gagak, dan ular.

Tetapi jika mengikuti kebanyakan pendapat yang kuat, sebagai manusia yang berpikir harus dengan bijak dalam menyikapi kucing meskipun telah meresahkan. Menyikapinya dengan cara bertahap, hal ini disamakan dengan perlawanan terhadap perampas harta. Jika diaplikasikan kepada kucing, langkah pertama bisa dengan cara mengusir apabila kucing tersebut pendatang.

Apabila upaya ini tidak berhasil, kucing boleh dibuang. Dalam membuangnya juga harus memikirkan kelangsungan hidup si kucing pasca dibuang. Membuang kucing juga dilihat tempatnya, mudah atau tidak si kucing mendapatkan makanan. Jika kucing tersebut peliharaan orang lain, maka bisa disampaikan kepada pemilik kucing untuk mengurungnya di dalam rumah agar tidak mengganggu tetangga sekitar.

Sebenarnya potensi seekor kucing itu terbunuh hanya satu, tertangkap sedang mencuri sesuatu yang penting. Jika kejadian seperti ini cara yang memungkinkan untuk menangkap kucing tersebut dengan cara melempar. Apabila dengan melempar mengakibatkan si kucing mati, maka tidak jadi masalah. Maksudnya di sini membunuh adalah solusi akhir, dan bukan dengan disengaja. Itu pun jika kucing tersebut tidak dalam keadaan hamil.

Berbeda cerita jika kucing tersebut dalam keadaan hamil, karena kandungannya dimuliakan. Karena perbuatan itu adalah perbuatan induknya, maka anak yang ada dalam kandungan hendaknya tidak boleh terkena dampak dari hal tersebut.

Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan:

(وَسُئِلَ) رَحِمَهُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى بِمَا صُورَتُهُ ذَكَرَ ابْنُ الْعِمَادِ مَسَائِلَ تَتَعَلَّقُ بِالْهِرِّ فَمَا حَاصِلُهَا؟ (فَأَجَابَ) نَفَعَنَا اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِعُلُومِهِ وَبَرَكَتِهِ بِقَوْلِهِ الْحَاصِلُ فِي ذَلِكَ أَنَّهُ لَا يَجُوزُ قَتْلُ الْهِرِّ وَإِنْ أَفْسَدَ عَلَى الْمَنْقُولِ الْمُعْتَمَدِ بَلْ يَجِبُ عَلَى دَافِعِهِ أَنْ يُرَاعِي التَّرْتِيبَ وَالتَّدْرِيجَ فِي الدَّفْعِ بِالْأَسْهَلِ فَالْأَسْهَلِ كَمَا يُرَاعِيهِ دَافِعُ الصَّائِلِ وَقَالَ الْقَاضِي حُسَيْنٌ رَحِمَهُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَجُوزُ قَتْلُهُ ابْتِدَاءً إذَا عُرِفَ بِالْإِفْسَادِ قِيَاسًا عَلَى الْفَوَاسِقِ الْخَمْسَةِ نَعَمْ يَجُوزُ قَتْلُهُ عَلَى الْأَوَّلِ الْمُعْتَمَدِ فِي صُورَةٍ وَهِيَ مَا إذَا أَخَذَ شَيْئًا وَهَرَبَ وَغَلَبَ عَلَى الظَّنِّ أَنَّهُ لَا يُدْرِكُهُ فَلَهُ رَمْيُهُ بِنَحْوِ سَهْمٍ لِيُعَوِّقَهُ عَنْ الْهَرَبِ وَإِنْ أَدَّى إلَى قَتْلِهِ وَمَحَلُّهُ إنْ لَمْ يَكُنْ أُنْثَى حَامِلًا وَإِلَّا لَمْ يَجُزْ رَمْيُهَا مُطْلَقًا رِعَايَةً لِحَمْلِهَا إذْ هُوَ مُحْتَرَمٌ لَمْ يَقَعْ مِنْهُ جِنَايَةٌ فَلَا يُهْدَرُ بِجِنَايَةِ غَيْرِهِ.

Artinya: “Imam Ibnu Hajar al-Haitami ditanya tentang beberapa masalah yang berkaitan dengan kucing. Bagaimana hasilnya? Beliau menjawab yang kesimpulannya adalah tidak diperbolehkan membunuh kucing walaupun kucing tersebut meresahkan sebagaimana pendapat mu’tamad. Namun, cara menghindari kucing tersebut harus bertahap dari cara yang paling ringan, kemudian semakin berat, semakin berat sebagaimana pada bab perlawanan terhadap perampas harta. 

Menurut Al-Qadli Husain, boleh membunuh kucing jika memang diketahui sudah meresahkan. Hal ini disamakan dengan hewan fasiq yang lima. Diperbolehkannya membunuh kucing, jika mengacu pada pendapat kuat yang pertama terjadi dalam satu kasus, yaitu apabila kucing mengambil satu barang, ia lari dan patut diduga kucing tersebut tidak akan ditemukan lagi, maka boleh dilempar misalnya dengan anak panah supaya bisa menghalangi dia dari pelarian walaupun mengakibatkan kematian.

Meskipun begitu, jika memang kucing tidak sedang bunting. Kalau sedang bunting, tidak boleh dilempar secara mutlak karena menjaga kehamilannya, sebab ia dimuliakan. Anaknya tidak melakukan kriminal, darahnya anak tidak boleh ditumpahkan sebab kriminalitas hewan lain.” (Ibnu Hajar al-Haitami, Al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra)

Jika berpatokan pada dalil di atas dapat disimpulkan bahwa membunuh kucing tidak diperbolehkan, kecuali dengan tanpa disengaja seperti permasalahan yang telah diceritakan di atas. Dan itu pun hendaknya juga memperhatikan si kucing apakah dalam keadaan hamil atau tidak. Sebab, kehamilan si kucing tersebut dimuliakan.


(ACF)
TAGs:
Posted by Achmad Firdaus