Berkenalan dengan Nikah Institute: Start Up Pendidikan Pranikah
Oase.id- Jangan buru-buru memutuskan untuk menikah. Siapkan segala sesuatunya dengan matang, jangan sampai niat ibadah itu justru terpacu dari ruang kosong tanpa bekal pengetahuan.
Menikah, bukan melulu perkara batas umur atau kesiapan finansial. Di dalam pertalian agung sepasang manusia ini haruslah ditopang dengan seperangkat ilmu agar biduk rumah tangga bisa berjalan sesuai dengan cita-cita sakinah, mawaddah, dan warahmah.
Terlebih, modal ilmu agama. Di dalamnya, paling tidak dikenal fikih nikah, fikih perempuan, wawasan tentang cerai dan idah, serta masih banyak lagi yang lainnya.
Akan tetapi, tak perlu khawatir. Di zaman serba praktis dan canggih seperti hari ini, untuk memperoleh pengetahuan seputar pernikahan pun kian mudah.
Cobalah terkoneksi dengan Nikah Institute. Sebuah start up yang konsens dalam isu pendidikan pranikah ini niscaya mampu menjadi jawaban bagi siapa saja yang membutuhkan konsultasi di bidang pernikahan.
Ribuan alumni
Sudah ada 1.700 orang yang terhubung dengan Nikah Institute. Namun yang perlu dicatat adalah tidak semuanya berkepentingan untuk menyempurnakan persiapan menikah, akan tetapi banyak juga yang sudah berstatus sebagai suami atau istri yang merasa perlu membekali dirinya dengan pengetahuan-pengetahuan berumah tangga dengan lebih baik.
Direktur Nikah Institute Nurul Hidayati menjelaskan, kehidupan rumah tangga memang bersifat dinamis. Maka, pengetahuan keislaman sebagai penopangnya pun tidak hanya berbatas sebagai bekal, namun juga sebagai panduan sepanjang hayat.
“Nikah Institute memang tidak hanya diperuntukkan bagi yang belum menikah saja. Banyak juga suami-istri yang sudah menikah ikut kelas ini karena zaman sekarang makin banyak yang aware tentang pentingnya membangun healthy relationship, memahami emosi diri dan pasangan, juga kian banyak yang ingin belajar tentang relasi suami-istri yang selalu saling support,” kata Nurul kepada Oase.id di Jakarta, Minggu, 22 Desember 2019.
Guna memenuhi kebutuhan itu, kurikulum yang disediakan Nikah Institute pun disusun berdasarkan riset dan pengalaman para peserta. Temuan-temuan persoalan itu lantas dicarikan solusi-solusi efektif bersumber dari literatur-literatur keislaman yang kredibel.
“Kurikulumnya kami ushakan untuk selalu related dengan kebutuhan siapa saja, baik peserta yang belum menikah maupun yang sudah berumah tangga,” kata Nurul.
Kurikulum dan alur belajar
Tidak hanya wawasan pernikahan berdasarkan literatur keagamaan, Nikah Institute juga mendukung para peserta melalui distribusi kajian ilmu-ilmu umum.
Ada 14 materi yang diampu tujuh narasumber profesional yang ahli di bidangnya. Keseluruhan pengetahuan itu bisa diterima peserta kelas pranikah Nikah Institute selama satu bulan.
Selain sebagai direktur, Nurul Hidayah juga mengabdikan diri sebagai salah satu narasumber dalam komunitas Nikah Institute. Latar belakang pendidikannya yang merupakan jebolan Jurusan Biologi Universitas Airlangga Surabaya dan Gwangju Institute of Science and Technology (GIST), Korea Selatan ini menjadikannya cakap untuk membawakan materi pola perbedaan suami-istri menurut kacamata neuroscience.
“Materi ini dianggap penting karena memiliki impact pada cara komunikasi dan perilaku seseorang terhadap pasangan,” kata dia.
Para alumnus Nikah Institute Soul saat mengikuti jumpa alumni bilangan Sudirman, Jakarta/Oase.id/Sobih AW Adnan
Selain itu, ada pula materi parenting bertajuk “Mendidik dengan Cinta” yang dibawakan konsultan pendidikan asuh Yayasan Global Madani Evi Ghozaly. Begitu juga materi “Family Financial Planing” yang dihadirkan langsung oleh Ligwina Hananto, founder QM Financial jebolan Bachelor Of Commerce Double Major : Finance and Marketing Curtin University, Pert western Australia.
Ihwal pemateri, Founder Nikah Institute Khasbi Faqih mengatakan, pihaknya memang berusaha menghadirkan narasumber-narasumber yang tidak sembarang. Mereka adalah orang-orang yang dianggap mumpuni dari pertimbangan almamater maupun berdasarkan perangkat penilaian khusus.
“Untuk pemateri bidang keagamaan ada beberapa materi menarik. Diantaranya yaitu fikih haid (menstruasi), fikih ibadah dan pernikahan, sampai Islamic kamasutra. Materi-materi itu disampaikan para narasumber lulusan pondok pesantren ternama, seperti Lirboyo, Al-Falah Ploso, Al-Munawwir Krapyak, Buntet Pesantren Cirebon, dan Pesantren Ilmu Hadis Darus Sunnah di Ciputat,” kata Khasbi.
Lantas, bagaimana cara bergabung di Nikah Institute?
Khasbi menerangkan, calon peserta yang ingin terhubung dengan Nikah Institute bisa melakukan registrasi melalui pesan Whatsapp 085233384334 atau dengan mengklik tautan di bio akun Instagram @nikahinstitute.
Setelah itu, peserta bisa membayar bisyarah atau biaya kelas, mengisi form pendaftaran, kemudian tim akan meng-invite peserta ke dalam grup kelas. Peserta pun bisa langsung mengikuti kelas selama satu bulan.
Tapi, tenang saja, peserta laki-laki dan perempuan dimasukkan ke dalam grup yang berbeda.
“Setelah lulus, Peserta di-invite ke grup khusus alumni dan boleh mengikuti taaruf bagi yang berikhtiar mencari jodoh,” kata Khasbi.
Jadi, baiknya segera menikah atau menunda?
Nikah Institute memang baru didirikan awal 2019, namun respons signifikan yang didapat cukup menunjukkan bahwa literasi seputar pernikahan memang sangat dibutuhkan di era serba digital.
Khasbi mengatakan, gagasannya mendirikan kelas pranikah ini bermula dari banyaknya jargon yang hanya memandang pernikahan sebagai sebuah sunah atau ibadah. Menurutnya, itu memang benar, akan tetapi ada banyak pengetahuan dan tahapan yang mesti dipenuhi demi mencapai kehidupan rumah tangga yang sehat dan menguntungkan.
“Saya menemukan beberapa platform di media sosial yang bersudut pandang keagamaan kemudian mengkampanyekan agar remaja terbebas dari budaya pacaran, namun justru mendorong mereka untuk menikah muda. Nikah Institute mencoba menjadi penengahnya. Pacaran memang perlu dihindari, tapi menikah muda atau terlalu cepat tanpa persiapan dan pengetahuan justru akan merugikan mereka sendiri karena bisa-bisa bermasalah baik dari sisi psikologi, maupun hukum negara dan agama,” kata Khasbi.
Menurut Khasbi, Nikah Institute tidak mendorong peserta untuk menikah muda. Akan tetapi, hanya berusaha mencukupi berbagai pengetahuan yang dibutuhkan peserta demi mencapai keputusan terbaiknya dalam mengarungi kehidupan berumah tangga.
“Itu makanya kami lebih membuka ruang dialog dan diskusi. Karena kebutuhan peserta tidak seragam,” ujar Khasbi.
Salah satu alumnus asal Nganjuk Khilla Isnabila mengakui, segenap materi yang diberikan Nikah Institute memang selalu berkorelasi dengan persoalan-persoalan yang timbul dalam hubungan suami-istri.
“lmu yang saya dapat sangat bermanfaat untuk kehidupan baru saya bersama suami. Kami berdua bisa belajar bareng ditambah dibukanya ruang diskusi yang memungkinlan kami mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sangat dibutuhkannya sebuah jawaban terbaik,” kata perempuan berusia 23 tahun tersebut.
Ihwal keputusan menikah muda atau menunda, gambaran ini diungkapkan peserta asal Kediri, Jawa Timur Nabila Dina Azkiyah. Menurutnya, segala informasi yang diberikan Nikah Institute sangat berpengaruh bagi dirinya dalam menentukan keputusan untuk lebih menggali pengetahuan tentang rumah tangga ketimbang terburu-buru memutuskan untuk menikah muda.
“Setelah mengikuti kelas di Nikah Institute, saya justru bisa lebih adem menanggapi omongan atau pertanyaan 'Kapan nikah?' Saya lebih bisa berpikir jernih agar tidak buru-buru menikah. Begit juga, saya bisa lebih membuka kesempatan untuk memperdalam pengetahuan-pengetahuan tentang pernikahan, terutama dalam sudut pandang keagamaan,” kata Nabila.
Alhasil, menikah muda atau menunda, bukan perkara. Yang jauh lebih penting adalah kesiapan dan kecukupan pengetahuanmu tentang rumah tangga yang bisa menjadi penopang utama dalam membangun relasi keluarga yang bahagia.
(SBH)