Benarkah Boleh Meninggalkan Salat Jumat karena Bertepatan dengan Hari Raya?

Oase.id- Iduladha 1441 H jatuh pada hari Jumat, 31 Juli 2020. Jumat, yang juga merupakan hari besar umat Islam itu berkumpul dengan Iduladha dalam satu hari. Konsekuensinya, akan ada dua salat jemaah yang juga disertai khutbah.
Jika sudah melaksanakan salat Iduladha, bagaimana hukum melaksanakan salat Jumat bagi laki-laki di hari itu? Apakah tetap diwajibkan salat Jumat?
Hukum salat Iduladha adalah sunah muakkadah, ia hanya dilaksanakan satu tahun sekali, tepatnya pada 10 Zulhijah. Sedangkan salat Jumat fardu ‘ain bagi muslim laki-laki dan dilaksanakan setiap Jumat.
Baca: Hadis-hadis Keutamaan Berkurban
Akan tetapi, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama ketika dua hari raya berkumpul pada hari yang sama.
Dalam hadis riwayat Abu Daud, An- Nasa’i dan Ibnu Majah, berdasarkan riwayat dari Iyas bin Abu Armalah Asy Syami, ia berkata:
Mu'awiyah bin Abu Sufyan bertanya kepada Zaid bin Arqam.
"Apakah kamu pernah melakukan dua hari raya bertepatan dalam satu hari ketika bersama Rasulullah Saw?"
"Ya,” jawab Zaid bin Arqam
"Bagaimana beliau mengerjakan shalat tersebut?" Muawiyah bertanya kembali
"Beliau mengerjakan shalat Id dan memberi keringanan pada waktu salat Jumat, lalu beliau bersabda: 'Barangsiapa ingin mengerjakan (shalat Jumat), hendaknya mengerjakan salat (Jumat).'
Dalam riwayat lainnya, Wahab bin Kaisan pernah berkata;
“Pada masa Ibnu Zubair, pernah terjadi dua hari raya (hari raya & Jumat) dalam satu hari. Ibnu Zubair mengakhirkan keluar untuk shalat Id agak siang, lalu ia keluar dan menyampaikan khutbah dengan khutbah yang lama. Kemudian ia turun dan mengerjakan salat. Pada hari itu ia tidak mengerjakan shalat Jumat bersama orang-orang. Hal tersebut diceritakan kepada Ibnu Abbas, dan dia mengatakan bahwa Ibnu Zubair sudah melakukan sesuai dengan Sunnah." (HR. an-Nasa'i).
Pensyarah Sunan An-Nasai, Imam As-Suyuthi dan Imam As-Sindi menyatakan hadis ini shahih.
Baca: Hukum, Ketentuan, Kriteria Hewan, dan Tata Cara Menyembelih dalam Ibadah Kurban
Harus tetap menimbang sebab
Meskipun shahih, bukan berarti hadis ini langsung bisa diterapkan begitu saja.
Pakar ilmu hadis di Indonesia KH Ali Mustafa Ya’qub pernah menjelaskan, salah satu cara memahami hadis adalah dengan meneliti keadaan geografis dan budaya Arab pada masa itu.
Imam Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid mengemukakan, Imam Atha membolehkan untuk melaksanakan salat Id saja, tanpa salat Jumat.
Sedangkan menurut Imam Syafi’i, rukhshah (keringanan) tidak melaksanakan salat Jumat hanya berlaku bagi orang perkampungan saja, bukan orang perkotaan. Ia bersandar kepada riwayat Utsman, ia (Utsman) berkhutbah pada hari raya yang bertepatan pada hari Jumat
“Siapa saja masyarakat daerah ‘Aliyah (daerah di atas Najd menuju Tihamah hingga belakang Makkah) yang hendak melaksanakan salat Jumat hendaknya ia menunggu, dan siapa yang ingin pulang maka pulanglah” (HR Malik dalam Al-Muwatha)
Pada masa itu, belum banyak masjid besar, sehingga orang perkampungan harus menempuh jarak jauh menuju masjid di kota. Oleh karena itu mereka diberi keringanan, boleh menunggu hingga datang waktu salat Jumat, atau langsung kembali dan tidak melaksanakan salat Jumat.
Meskipun demikian, di Indonesia, kita sangat mudah menjumpai masjid, sekalipun di perkampungan. Berbeda dengan kondisi perkampungan di Arab kala itu.
Menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifqah, apabila dua hari raya bertepatan dalam satu hari, salat Id tetap disunahkan dan salat Jumat tetap diwajibkan. Keduanya tak bisa saling menggugurkan.
Demi kehati-hatian mengambil keputusan hukum, jika tidak ada uzur seperti sakit, serta jarak antara rumah dan masjid tidak begitu jauh, sebaiknya tetap melaksanakan salat Jumat.
(SBH)