Bubur ala India Menjadi Tradisi Ramadan di Masjid Kuala Lumpur

N Zaid - Ramadan 18/03/2025
ilustrasi. Foto: Pixabay
ilustrasi. Foto: Pixabay

Oase.id - Saat senja tiba, ratusan umat Muslim di sebuah masjid di ibu kota Malaysia, Kuala Lumpur, berpesta dengan semangkuk bubur beras harum yang dikenal secara lokal sebagai "bubur lambuk," bagian dari tradisi Ramadan yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu.

Dimasak perlahan dengan berbagai rempah-rempah dalam panci raksasa dan diaduk dengan sendok besar, bubur lambuk secara tradisional disiapkan oleh para relawan di halaman masjid sebelum dibagikan kepada masyarakat untuk berbuka puasa, makanan berbuka puasa di negara yang sebagian besar beragama Islam tersebut.

Namun, kuahnya, yang disiapkan khusus di Masjid India, masjid terkenal di Kuala Lumpur, menyajikan versi bubur yang unik dengan menggunakan resep yang berasal dari India.

Resep tersebut dikenal sebagai Nombu Kanji, menurut imam masjid, Muhammad Nasrul Haq Abdul Latif.

"Tradisi ini telah diwariskan dari generasi ke generasi, dari tahun 60-an hingga 70-an," katanya kepada AFP.

"Jadi, ini telah menjadi merek dagang. Jika (Nombu Kanji) tidak ada, ini tidak akan lengkap."

Relawan masjid menggunakan 140 kilogram (308 pon) beras setiap hari untuk memasak bubur, yang disajikan dalam mangkuk untuk jamaah atau dikemas dalam 1.000 paket plastik besar untuk didistribusikan kepada masyarakat.

Setiap bungkus cukup untuk memberi makan satu keluarga beranggotakan empat orang.

“Dari perspektif memudahkan masyarakat di daerah ini, terkadang para tunawisma yang kesulitan mendapatkan makanan, pekerja berpenghasilan rendah, dan pekerja kantoran yang terkadang tidak punya waktu untuk pulang dan memasak mendapatkan manfaat dari ini,” katanya.

“Jadi, persiapan makanan berbuka puasa oleh masjid membantu membuat kehidupan sehari-hari mereka lebih mudah (selama Ramadan).”

Mohaiyadin Sahulhameed, seorang penduduk lokal yang berasal dari India, mengatakan bubur yang disajikan di masjid mengingatkannya pada kampung halamannya.

“Di desa kami, cara kami memasak adalah menggunakan wajan besar, dengan daun kari, biji sawi, kayu manis, dan berbagai macam bahan yang dicampur menjadi satu. Ketika dicampur dengan nasi, akan tercipta aroma yang kaya, sangat mirip dengan cara memasak di sini,” katanya.

Juru masak masjid, Sathakkathullah Hameed, mengatakan bahwa ia memandang menyiapkan bubur dalam panci besar setiap hari sebagai panggilan religius. “Di bulan puasa ini, saya ingin membantu sesama. Allah memberikan pahala, rahmat, dan keberkahan, dan insyaAllah rezeki,” ungkapnya.

“Dan ketika orang makan bubur yang saya masak, mereka mengucapkan ‘Bismillah’, dan saya pun menjawab ‘Alhamdulillah’.”(arabnews)


(ACF)
TAGs:
Posted by Achmad Firdaus