Perbedaan Alquran dan Sunnah, Bagaimana Penjelasannya?

N Zaid - Alquran 05/08/2025
ilustrasi. Foto: Pixabay
ilustrasi. Foto: Pixabay

Oase.id - Al-Qur'an adalah fondasi Hukum Islam. Ia adalah wahyu Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, melalui malaikat Jibril. Ia telah disampaikan kepada kita dengan begitu banyak rantai otoritas sehingga keaslian historisnya tak terbantahkan. Ia ditulis dalam kitabnya sendiri, dan pembacaannya merupakan suatu bentuk ibadah.

Sunnah adalah segala sesuatu selain Al-Qur'an yang berasal dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Ia menjelaskan dan memberikan rincian hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur'an. Ia juga memberikan contoh-contoh penerapan praktis dari hukum-hukum tersebut. Ia juga merupakan wahyu langsung dari Allah, atau keputusan Rasulullah yang kemudian dikukuhkan melalui wahyu. Oleh karena itu, sumber dari semua Sunnah adalah wahyu.

Al-Qur'an adalah wahyu yang dibacakan secara formal sebagai ibadah, dan Sunnah adalah wahyu yang tidak dibacakan secara formal. Namun, Sunnah sama seperti Al-Qur'an dalam hal ia merupakan wahyu yang harus diikuti dan dipatuhi.

Al-Qur'an lebih diutamakan daripada Sunnah dalam dua hal. Pertama, Al-Qur'an berisi firman-firman Allah yang persis, yang bersifat mukjizat, hingga ayat terakhir. Namun, Sunnah tidak selalu merupakan firman Allah yang persis, melainkan maknanya sebagaimana dijelaskan oleh Nabi.

Kedudukan Sunnah dalam Hukum Islam
Pada masa Rasulullah, Al-Qur'an dan Sunnah merupakan satu-satunya sumber Hukum Islam.

Al-Qur'an memberikan perintah-perintah umum yang menjadi dasar Hukum, tanpa membahas semua detail dan perundang-undangan sekunder, kecuali beberapa perintah yang ditetapkan bersama dengan prinsip-prinsip umum. Perintah-perintah ini tidak dapat berubah seiring waktu atau dengan perubahan keadaan masyarakat. Al-Qur'an, demikian pula, hadir dengan prinsip-prinsip keimanan, menetapkan ibadah, menyebutkan kisah-kisah umat terdahulu, dan memberikan pedoman moral.

Sunnah selaras dengan Al-Qur'an. Sunnah menjelaskan makna dari apa yang tidak jelas dalam teks, merinci apa yang digambarkan secara umum, menentukan apa yang umum, dan menjelaskan perintah serta tujuannya. Sunnah juga dilengkapi dengan perintah-perintah yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an, tetapi perintah-perintah ini selalu selaras dengan prinsip-prinsipnya, dan selalu memajukan tujuan-tujuan yang digariskan dalam Al-Qur'an.

Sunnah adalah ungkapan praktis dari apa yang ada di dalam Al-Qur'an. Ungkapan ini memiliki banyak bentuk. Terkadang, ia hadir sebagai tindakan yang dilakukan oleh Rasulullah. Di lain waktu, ia merupakan pernyataan yang beliau buat sebagai tanggapan atas sesuatu. Terkadang, ia hadir dalam bentuk pernyataan atau tindakan salah seorang sahabat yang tidak beliau cegah atau bantah. Sebaliknya, beliau tetap diam tentang hal itu atau menyatakan persetujuannya.

Sunnah menjelaskan dan menjernihkan Al-Qur'an dengan banyak cara. Ia menjelaskan cara melakukan ibadah dan menjalankan hukum-hukum yang disebutkan dalam Al-Qur'an. Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk salat tanpa menyebutkan waktu-waktu salat yang harus dilakukan atau tata cara melakukannya. Rasulullah menjelaskan hal ini melalui salat-salat beliau sendiri dan dengan mengajarkan umat Islam cara salat. Beliau bersabda: "Salatlah sebagaimana kalian melihatku salat."

Allah mewajibkan haji tanpa menjelaskan tata caranya. Rasulullah menjelaskan hal ini dengan bersabda:

"Ambillah tata cara haji dariku."

Allah mewajibkan zakat tanpa menyebutkan jenis harta dan hasil produksi apa yang wajib dipungut. Allah juga tidak menyebutkan jumlah minimum harta yang mewajibkan zakat. Namun, Sunnah menjelaskan semua ini dengan jelas.

Sunnah menetapkan pernyataan umum yang terdapat dalam Al-Qur'an. Allah berfirman:

"Allah memerintahkan kepadamu tentang anak-anakmu: untuk anak laki-laki, bagian yang sama dengan bagian dua anak perempuan..." (Al-Qur'an 4:11)

Rumusan ini bersifat umum, berlaku untuk setiap keluarga dan menjadikan setiap anak sebagai pewaris orang tuanya. Sunnah membuat aturan ini lebih spesifik dengan mengecualikan anak-anak para Nabi. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

"Kami para Nabi tidak meninggalkan warisan. Apa pun yang kami tinggalkan adalah sedekah."

Sunnah mengkualifikasi pernyataan-pernyataan yang tidak memenuhi syarat dalam Al-Qur'an. Allah berfirman:

“…dan kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang bersih, lalu gosoklah wajah dan tanganmu dengannya… (QS. Al-Maidah: 6)

Ayat ini tidak menyebutkan luas telapak tangan, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah seseorang harus menggosok telapak tangan hingga pergelangan tangan atau lengan bawah. Sunnah menjelaskan hal ini dengan menunjukkan bahwa gosokan tersebut dilakukan hingga pergelangan tangan, karena inilah yang dilakukan Rasulullah ketika beliau berwudhu.

Sunnah juga menekankan apa yang ada di dalam Al-Qur'an atau memberikan hukum tambahan bagi suatu hukum yang dinyatakan di dalamnya. Ini mencakup semua hadits yang menunjukkan bahwa salat, zakat, puasa, dan haji adalah wajib.

Contoh di mana Sunnah memberikan hukum tambahan bagi suatu perintah yang terdapat dalam Al-Qur'an adalah hukum yang terdapat dalam Sunnah yang melarang menjual buah sebelum matang. Dasar hukum ini adalah pernyataan Al-Qur'an:

"Janganlah kamu memakan harta di antara kamu secara batil, kecuali itu adalah perdagangan di antara kamu dengan persetujuan bersama."

Sunnah mengandung hukum-hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur'an dan tidak menjelaskan sesuatu yang disebutkan dalam Al-Qur'an. Contohnya adalah larangan memakan daging keledai dan daging binatang buas. Contoh lain adalah larangan menikahi seorang wanita dan bibinya secara bersamaan. Hukum-hukum ini dan hukum-hukum lain yang ditetapkan oleh Sunnah harus dipatuhi.

Kewajiban Mengikuti Sunnah
Salah satu syarat beriman kepada kenabian adalah menerima sebagai kebenaran segala sesuatu yang disampaikan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Allah memilih para Rasul-Nya dari antara hamba-hamba-Nya untuk menyampaikan Hukum-Nya kepada umat manusia. Allah berfirman:

"...Allah lebih mengetahui kepada siapa akan menyampaikan risalah-Nya..." (QS. Al-An'am: 124)

Allah juga berfirman:

"...Apakah para Rasul ditugaskan selain menyampaikan risalah yang nyata?" (Al-Quran 16:35)

Rasulullah dilindungi dari kesalahan dalam semua tindakannya. Allah telah melindungi lidahnya dari mengucapkan apa pun kecuali kebenaran. Allah telah melindungi anggota tubuhnya dari melakukan apa pun kecuali yang benar.

Allah telah melindunginya dari menunjukkan persetujuan terhadap apa pun yang bertentangan dengan Hukum Islam. Dia adalah ciptaan Allah yang paling sempurna. Hal ini jelas dari bagaimana Allah menggambarkannya dalam Al-Quran:

"Demi bintang ketika terbenam, temanmu tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan tidak berkata-kata menurut hawa nafsunya. Itu hanyalah wahyu yang diturunkan." (Al-Quran 53:1-4)

Kita melihat dalam hadits bahwa tidak ada keadaan, betapa pun sulitnya, yang dapat menghalangi Nabi untuk mengatakan kebenaran. Marah tidak pernah memengaruhi ucapannya. Beliau tidak pernah berdusta, bahkan ketika sedang bercanda. Kepentingan pribadinya tidak pernah menghalangi beliau untuk mengatakan kebenaran. Satu-satunya tujuan yang beliau cari adalah keridhaan Allah subhanahu wa ta'ala.

Abdullah bin Amr bin al-Aas meriwayatkan bahwa beliau biasa menuliskan semua yang dikatakan Rasulullah. Kemudian suku Quraisy melarangnya, dengan mengatakan: "Apakah engkau menuliskan semua yang dikatakan Rasulullah, padahal beliau hanyalah seorang yang berbicara dalam keadaan senang dan marah?"

Abdullah bin Amr berhenti menulis dan menyampaikan hal ini kepada Rasulullah yang bersabda:

"Tulislah, demi Dia yang jiwaku berada di tangan-Nya, hanya kebenaran yang keluar dari ini." ...dan menunjuk ke mulutnya.

Al-Qur'an, Sunnah, dan ijma para fukaha semuanya menunjukkan fakta bahwa menaati Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah wajib. Allah berfirman dalam Al-Qur'an:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kamu. Jika kamu berselisih tentang suatu masalah, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Akhir…” (QS. An-Nisa: 59).

Ustadz Yazid Abdul Qadir Jawas hafidzahullah taala menerangkan bahwa yang dimaksud kembali kepada Allah adalah kembali ke Alquran, dan kembali kepada Rasul maksudnya kembali kepada sunnah. (islamland)


(ACF)
TAGs:
Posted by Achmad Firdaus